21 HARI HIDUP BERSAMA COVID-19; Oh Tuhan…Saya Positif 

Oleh John Nedy Kambang/Jurnalis CNN Indonesia TV

DULU, dulu sekali saat pandemi ini bermula, saya (memang) pernah membayangkan bakal menjadi salah satu dari daftar orang-orang terjangkit Covid-19. Karena apa?, pekerjaan. Pekerjaan membuat saya dan kawan-kawan jurnalis lainnya bertemu banyak orang, masuk dalam keramaian kegiatan dan selalu berada di barisan depan. Belum lagi, banyak orang yang tidak mau terbuka mengakui bahwa dirinya terinfeksi. Alasannya sederhana; takut dikucilkan dan dijauhi. 

Mau bagaimana lagi, faktanya memang demikian. Di awal-awal kasus ini mulai menjalar ke Sumatera Barat, ada (banyak) narasumber yang kami temui di lapangan berkali-kali, ternyata positif Covid. Sebut misalnya ini; seorang dokter, pejabat di Dinas Kesehatan, kami ketahui positif setelah yang bersangkutan mengaku sembuh. Jadi saat berinteraksi selama ini, ia dalam kondisi terpapar. Betapa membahayakan. 

Berawal dari fenomena itulah, saya dan kawan-kawan di IJTI (Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia) Sumatera Barat, organisasi tempat berhimpunnya pekerja televisi, kemudian memanfaatkan teknologi yang ada. Kami tidak lagi mendatangi tempat-tempat acara pertemuan fisik. Wawancara dengan narasumber kami pindahkan ke dalam pertemuan virtual, dari pagi hingga larut malam. 

Yang kami lakukan bukan hanya untuk kebutuhan pekerja televisi saja, tapi juga untuk kepentingan jurnalis media cetak, online dan radio. Video dan audio dibagikan secara keseluruhan. Kebutuhan visual tambahan untuk jurnalis televisi, dibebankan kepada salah satu relawan yang bersedia turun ke lapangan untuk menambahi gambar. Pokoknya, wawancara tersebut bisa menjadi satu paket lengkap untuk berita televisi.

Praktis, selama berbulan-bulan, press conference online (PCO) yang kami inisiasi itu menjadi pilihan utama, sampai akhirnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dicabut. Perlahan-lahan aktivitas perkantoran dimulai. Pertemuan virtual perlahan juga ikut bertransformasi kembali menjadi pertemuan fisik. Kerumunan menjadi hal biasa lagi. Dari situlah, bayangan bahwa saya akan masuk salah salah satu daftar orang yang terpapar Corona kembali datang. Tapi tentu saja, saya tak bersungguh-sungguh dengan bayangan tersebut. Saya tak benar-benar ingin terkena virus mematikan itu. Bagarah se mah..Mana ada yang ingin kena penyakit.