Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com
“Sala…sala..”
Teriakan seorang pedagang sala lauk (sejenis makanan tradisional asal Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), membuat Rudi dan Ani, anak tetangga sebelah rumah terdengar berhamburan keluar rumah.
“Sala bang…,” teriak mereka berdua.
Pedagang sala lauk yang sudah keburu melewati rumah mereka, terlihat semangat mundur ke belakang dan berhenti tepat di depan rumah kedua bocah itu.
“Eh… di sini rumahnya ya…” si pedagang terlihat sumringah dan terlihat sangat akrab.
“Ia bang… ini rumah kami. Sudah kangen sekali kami makan sala lauk abang. Kok abang bisa sampai ke sini,” tanya Ani.
“Iya… bagaimana lagi… abang terpaksa keliling komplek. Sekolah semua tutup, akses tempat abang berjualan sudah tidak ada lagi. Sementara abang harus kerja cari uang buat makan keluarga abang kan?” jawabnya.
“Oh ya, mau berapa salanya.” tanyanya lagi.
“Rp5.000 saja bang, kebetulan semua pada kumpul di rumah,” jawab Ani.
Seusai menerima pesanannya dan membayar uang, Ani melambaikan tangan pada abang penjual sala. Ia baru masuk ke dalam rumah, setelah si abang hilang di tikungan.
Kreatif Bertahan
Sejak sekolah-sekolah ditutup dikarenakan takut penularan Covid-19, di komplek perumahan memang kebanjiran pedagang makanan anak-anak. Mulai dari makanan tradisional sampai es krim, makin banyak yang menyasar anak-anak ke komplek-komplek.
Mereka datang silih berganti, membuat anak-anak yang bosan di rumah minta dibelikan makanan yang lalu lalang. Bagi orang tua, jelas ini penambahan pengeluaran. Jika tidak diatur dengan baik, tentu akan bermasalah dalam pengaturan keuangan.