BUKITTINGGI-Bawaslu Kota Bukittinggi limpahkan kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu ke Polres setempat Rabu (16/1).
Bawaslu Kota Bukittinggi Limpahkan Kasus Dugaan Pelanggaran Pemilu ke Polres
Pelimpahan kasus dugaan pelanggaran pidana itu dilakukan MN salah seorang calon anggota DPRD Bukittinggi dari partai PKS tersebut diserahkan Ketua Bawaslu Bukittinggi, Ruzi Haryadi, kepada Kasat Reskrim polres Bukittinggi AKP. Andi Muhammad Akbar Mekuo.
Dalam pelimpahan kasus itu juga ikut didampingi oleh anggota Bawaslu Bukittinggi dan anggota Gakumdu Bukittinggi dari unsur kejaksaan.
Setelah menyerahkan berkas pelimpahan kasus, selanjutnya Kasat Reskrim Andi Muhammad Akbar Mekuo didampungi KBO, Ipda, Rommi Hendra Kurniawan, mengarahkan Bawaslu untuk membuat laporan polisi di SPKT Polres Bukittinggi.
Ketua Bawaslu, Ruzi Haryadi, seusai menyerahkan berkas pelimpahan kasus kepada wartawan mengatakan kasus itu berawal dari temuan Bawaslu Bukittinggi saat berlangsungnya Festival Sulam 1.000 Kerudung dalam rangka peringatan Hari Jadi Kota (HJK), 10 Desember 2018 di Lapangan Kantin.
Setelah melewati proses panjang, Bawaslu bersama sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) yang terdiri dari kejaksaan dan kepolisian akhirnya menuntaskan pembahasan temuan tersebut. Gakumdu sepakat, penyebaran bahan kampanye disertai jilbab bermerek Zoya yang dilakukan salah satu calon anggota DPRD Bukittinggi dari Partai PKS itu telah memenuhi unsur dugaan tindak pidana pemilu.
“Kami menemukan adanya perbuatan yang bersangkutan selaku pelaksana kampanye yang diduga telah melanggar pasal tindak pidana pemilu. Temuan tersebut kami lakukan kajian bersama Gakumdu dan diklarifikasi sampai ke pembahasan kedua. Setelah prosesnya selesai, hari ini kami rekomendasikan untuk dilimpahkan kepada penyidik kepolisian,” ujar Ketua Bawaslu Bukittinggi, Ruzi Haryadi .
Menurut Ruzi, dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh MN itu karena menggunakan tempat yang dilarang untuk kampanye yaitu fasilitas pemerintah serta memberikan uang atau materi lainya sebagaimana yang diatar dalam Pasal 521 juncto Pasal 280 ayat (1) huruf (h) dan huruf (j) dan 523 ayat (1) dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 521 berbunyi setiap pelaksana, peserta dan atau tim kampanye yang sengaja melanggar larangan pelaksana kampanye pemilu sebagaimana yang dimaksud Pasal 280 ayat (1) huruf (h) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berbunyi “Setiap pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Adapun Huruf (j) berbunyi larangan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnnya kepada peserta Pemilu.
Sanksinya, sebagaimana diatur Pasal 521 ayat (1) berbunyi setiap pelaksana, peserta dan atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan kampanye pemilu sebagaimana diatur pasal 280 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000.
Sementara pasal 523 ayat (1) berbunyi setiap pelaksana, peserta dan atau tim kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnnya sebagai imbalan kepada peserta Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000.
Sementara Kasat Reskrim Polres Bukittinggi AKP Andi Muhammad Akbar Mekuo, yang dikonfirmasi Singgalang, mengatakan pihaknya mempunyai waktu 14 hari untuk langsung menyerahkan berkas hasil penyidikan kepada jaksa penuntut umum.
“Kami akan jalani sesuai prosedur. Memang ada tahapan-tahapannya. Untuk itu akan dibentuk Sprintgas untuk penyidikan guna memanggil kembali para saksi dan terlapor. Sesuai batas waktunya, kami akan proses sesuai prosedur,” tegasnya. (203)