Yondrival, SH. MM. MKn
Pensiunan Bank Nagari
Pada tanggal 12 Maret 2022 nanti Bank Nagari akan berusia 60 tahun, masih sangat belia dibanding Barclays yang telah berusia 331 tahun (berdiri 1690) dan masih sangat muda dibanding Bank BRI yang telah berusia 126 tahun (berdiri 1895). Namun menjelang usianya yang ke 60, Bank Nagari menjadi salah satu trending topic terutama dikalangan masyarakat Sumbar.
Mulai dari diskusi lepas di warung kopi dan rumah makan sampai ke diskusi panel yang dipandu stasiun televisi. Disamping itu, beberapa tokoh unjuk pendapat dengan merilis tulisan melalui media cetak.
Dialog tentang Konversi Bank Nagari berlangsung hangat, namun belum mampu mempertemukan pihak-pihak yang berbeda, ada pihak bersikukuh bahwa konversi Bank Nagari adalah suatu keniscayaan dan harus segera dilaksanakan, pihak lain masih memendam rasa bahwa Bank Nagari tidak harus dikonversi tapi cukup UUS-nya saja di-Spin Off, diantara terselat pihak yang berpendapat Spin Off Oke,
Konversi pun ndak baa. Tak ada yang salah dengan diskusi yang terjadi karena “Basilang Kayu di Tungku Disinan Api Mako Iduik”, namun kalau api talalu lamo dinyalokan sahinggo banyak kayu nan abih dan samba talalu lamo kanai sangai, bisa-bisa yang terjadi justru “Minyak Abih Samba Ndak Lamak”, Konversi tak kunjung jadi, Spin Off tak pula terpersiapkan karena diskusi tak kunjung usai, tiba-tiba OJK telah meniup pluit Panjang, akianyo awak manggaruik dado sambia manggigik jari karano UUS Bank Nagari lapeh ka urang.
Tulisan ini tidak bermaksud manambah kayu ditungku, juga tidak bermaksud maaja kuciang balari atau maaja tantara babarih. Menurut hemat kami terdapat sekurang-kurangnya empat hal yang harus menjadi pajakan dalam diskusi konversi Bank Nagari (a) Tujuan pendirian dan peran Bank Nagari dalam pembangunan daerah (b) Kelembagaan dan karakteristik bisnis Bank Nagari (c) Kelayakan rencana konversi harus dinilai dari perspektif bisnis perbankan (d) Keputusan konversi harus dengan suara bulat. Kami ingin mengajak semua pihak untuk sejenak merefleksikan pemikiran kepada beberapa aspek tersebut sehingga kita memiliki pemahaman yang sama mengenai beberapa fakta yang harus menjadi pijakan, mudah-mudahan diskusi tentang Konversi Bank Nagari akan berakhir dengan kesimpulan yang sama.
Tujuan pendirian dan peran Bank Nagari dalam Pembangunan Daerah. Bank yang hari ini kita lafazkan dengan sebutan Bank Nagari tidak lain tidak bukan adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Barat yakni sebuah Bank Pembangunan,
Gagasan pendirian Bank Pembangunan diawali dengan berdirinya International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) pada tahun 1944, yang ditujukan untuk membantu negara-negara yang mengaklamim kehancuran akibat Perang Dunia II dan membantu negara-negara terbelakang (underdevelopment countries) dan negara-negara berkembang (development countries). Di Indonesia, sejarah Bank Pembangunan berawal dari pendirian Bank Industri Negara (1951) yang kemudian pada tahun 1960 diubah menjadi Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) yang ditugaskan untuk membantu pembangunan nasional melalui pembiayaan jangka menengah dan jangka panjang pada sektor manufaktur, transportasi dan pariwisata.
Langkah Pemerintah Pusat mendirikan Bank Bapindo menginspirasi daerah-daerah untuk juga memiliki Bank Pembangunan guna membantu Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan dan pemulihan ekonomi di daerah sehingga pada awal enam puluhan berdirilah beberapa BPD seperti Aceh (1960), DKI Jakarta (1961), Jawa Barat (1961), Jawa Timur (1960), Sulawesi Utara (1961), Sulawesi Selatan (1961) dan Riau (1961). Di Sumatera Barat, karena situasi politik pasca PRRI, keinginan pendirian BPD baru bisa diwujudkan pada tanggal 12 Maret 1962, dimana Bapak Soelamet Dipowardojo, Kepala Keuangan Sumatera Barat bersama-sama dengan Bapak Hadis Didong (pihak swasta) menghadap Notaris Hasan Qalbi di Padang untuk membuatkan akta pendirian BPD Sumbar. Dalam pasal 2 Akta Notaris No. 9 tersebut ditegaskan maksud dan tujuan pendirian bank adalah untuk membantu Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan-pembangunan di Daerah Swatanra Tingkat I Sumatera Barat. Pada tanggal 16 Agustus 1962 Pemerintah Republik Indonesia memberlakukan UU No. 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah dan menyeragamkan tujuan pendirian BPD menjadi: Bank didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Sesuai dengan penataan sistem perbankan, terakhir BPD-BPD harus menyesuaikan diri dengan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, namun spirit pendirian dan peran khususnya dalam membantu Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan tetap dilestarikan. Dalam Anggaran Dasar Bank Nagari yang saat ini berlaku yakni Akta Notaris No. 69 tanggal 10 Juni 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Hendri Final, SH di Padang, ditegaskan bahwa Bank Nagari melaksanakan fungsi sebagai lembaga yang menunjang Otonomi Daerah dengan tugas (a) sebagai penggerak dan pendorong laju pembangunan di Daerah (b) sebagai pemegang kas daerah dan/atau melaksanakan penyimpanan uang Daerah (c) sebagai salah satu sumber pendapat Daerah.
Bahwa BPD didedikasi sebagai Agen Pembangunan Daerah (Agent of Regional Development) atau sebagai Alat Kelengkapan Otonomi Daerah telah menjadi kesepakatan Nasional. Atas dasar pemikiran tersebut Asosiasi Bank Daerah (Asbanda) dengan dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, melalui Program BPD Regional Champion(2012) yang kemudian dilanjutkan Program BPD Transformation (2015) berupaya menyusun Kerangka Holistik dan Roadmap Transformasi BPD menjadi bank yang sehat dan kuat, kompetitif serta kontributif bagi pembangunan daerah.