PADANG-Kedatangan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjend TNI, Doni Monardo, ke Sumbar Rabu (6/2) merupakan intruksi langsung dari Presiden Joko Widodo terkait potensi gempa 8,8 SR di pusat Megathrust Kabupaten Kepulauan Mentawai. Ada enam intruksi Presiden Jokowi untuk mitigasi bencana gempa dan tsunami.
Menindaklanjuti instruksi Presiden RI tersebut, Kepala BNPB, Letjend TNI Doni Monardo bersama tim pakar gempa dan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menggelar rapat kordinasi dengan Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, Wakil Gubernur Sumbar, Nasrul Abit, di Aula Kantor Gubernur Sumbar.
Hadir pada kesempatan itu, Danny Hilman Natawidjaja, Peneliti LIPI yang juga Ketua Pokja Geologi PuSGeN (Pusat Studi Gempa Nasional), seluruh OPD di lingkungan Pemprov Sumbar, Bupati dan Wali Kota se-Sumbar, Kepala BPBD Sumbar dan kabupaten kota.
Pada kesempatan itu, Doni Munardo langsung menayangkan video instruksi Presiden Jokowi, yang menyampaikan enam instruksi presiden untuk membangun kesiapsiagaan, menghadapi ancaman gempa dan tsunami di pusat megathrust tersebut. Presiden Jokowi dalam video yang diputar di hadapan peserta rapat kordinasi tersebut mengatakan, penanggulangan bencana tahun 2019 mengusung visi “Kita Jaga Alam, Alam Jaga Kita”. Untuk penanggulangan bencana tersebut diperlukan sinkronisasi program dan penyamaan visi antara pemerinta pusat dengan pemerintah daerah.
Presiden Jokowi menginstruksikan BNPB agar mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan kekuatan yang dimiliki, terkait dengan kebencanaan dan rancangan pembangunan di daerah. Menurutnya, negara Indonesia berada di dalam garis cincin api.
Karena itu, setiap pembangunan ke depan, harus dilandaskan pada aspek pengurangan resiko bencana. Masyarakat harus mengerti mana yang daerah merah, dan hijau. Mana yang dilarang pembangunannya dan mana yang tidak. Pemerintah daerah harus melarang rakyat untuk membangun di kawasan yang dalam tata ruang diberi tanda merah. Taat dan patuh pada rencana tata ruang.
Bencana menurut Presiden Jokowi, selalu berulang-ulang. Tempat kejadiannya selalu di situ-situ saja. Seperti di Provinsi NTB dan Palu. Pada tahun 1978 ada terjadi gempa di sana, karena ada siklusnya. “Dengan siklus yang jelas, sehingga kalau ada ruang dan tempat yang zona merah bencana. Ya, jangan diperbolehkan mendirikan bangunan. Karena itu, Bappeda harus ajak masyarakat untuk jangan bangun bangunan di kawasan rawan gempa,” ungkap Jokowi.
Presiden Jokowi juga minta agar melibatkan akademisi pakar kebencanaan, untuk melihat daerah dan kawasan yang rawan bencana. Meneliti mengkaji dan menganalisis potensi bencana yang terjadi, supaya mampu memprediksi ancaman dan mengantisipasi dan mengurangi dampak bencana.
“Jangan kalau ada bencana baru bekerja. Mesti harus mengerti. Pakar pakar kan ada. Sehingga tahu, akan ada megathrust dan pergeseran lempengan. Sosialisasikan hasil penelitian pakar itu ke tengah masyarakat melalui pemuka agama, pemda dan lainnya. Ini penting,” tegasnya.
Presiden Jokowi juga menginstruksikan, agar jika terjadi bencana, gubernur akan menjadi komandan satgas darurat di daerahnya. Sementara, Pangdam dan Kapolda menjadi Wakil Komandan Satgas.
“Jangan dikit dikit naik ke pusat. Harus tahu semuanya,” tegasnya.
Selain itu, Presiden Jokowi juga menegaskan pentingnya pembangunan peringatan dini yang terpadu dengan berbasiskan rekomendasi hasil penelitian dan kajian pakar gempa dan tsunami. “Harus dipakai. Daerah harus mulai bangunan ini dan secara nasional harus kerjakan. Di titik titik mana dan kesempatan mana. Semua kementerian dan lembaga terkait agar sistem peringatan dini ini terwujud dan jaga serta rawat,” tambahnya lagi.
Pemerintah daerah menurutnya, juga harus melakukan edukasi kebencanaan. Tahun ini harus dimulai. Baik di tengah masyarakat, maupun sekolah-sekolah. Terutama di daerah rawan bencana. “Papan-papan yang memuat informasi peringatan dan rute evakuasi diperlukan dan harus ada,” harapnya.
Kemudian, juga perlu dilakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur. Untuk mengingatkan masyarakat secara berkesinambungan hingga ke tingkat RT dan RW.
Diakuinya, saat ini ada potensi gempa di pusat megathrust Kabupaten Kepulauan Mentawai dan patahan lempeng semangko. Selain itu, juga ada sejumlah gunung api, yakni Gunung Marapi, Singgalang, Talang dan Kerinci. “Wilayah Minang ini yang memiliki potensi besar kebencanaan. Dahulu adanya galodo yang menimbulkan korban yang cukup besar. Peristiwa bencana alam ini akan bisa dicegah bila kita siap. Tidak perlu ditakuti. Akan terjadi terus. Instruksi Presiden RI jadi arahan bagi kita semua,” tegasnya.
Dengan potensi bencana yang ada ini, Pemprov Sumbar menurut Doni harus memperhitungkan generasi masyarakat Minangkabau di masa yang akan datang. Pembangunan yang dilaksanakan harus berdasarkan data penelitian dari para pakar kebencanaan. BNPB saat ini telah mengumpulkan seluruh pakar bencana. Termasuk gempa dan tsunami dan menjadi sebuah tim. “Tim pakar ini dinamai tim intelijen kebencanaan. Tim ini bekerja dengan baik memberikan informasi kepada masyarakat. Sehingga, dengan berbasis informasi ini bisa menyiapkan kesiapsiagaan bencana untuk mengurangi jatuhnya korban dan harta benda saat terjadi bencana,” tegasnya.
“Artinya lapisan sendimen ini memiliki kelipatan 2100 tahun. Dan pada tahun 2004 terjadi lagi gempa di Aceh. Ini peristiwa alam, yang siklusnya jelas. Artinya, kita harus memiliki kesiapan menghadapinya, agar peristiwa alam tersebut belum tentu menjadi bencana alam yang memakan korban jiwa cukup banyak,” ungkapnya.
Potensi bencana gempa dan tsunami harus menjadi perhatian. Dalam ilmunya, jika 30 detik terjadi gempa berturut turut, maka tiga menit pertama, harus menghindar dari tempat berbahaya. Khusus jika terjadi tsunami, masyarakat agar cari tempat ketinggian. “Karena itu, agar mempersiapkan tempat yang tinggi. Pohon pohon besar jangan ditebang. Kasih tali dan tangga untuk dimanfaatkan menjadi tempat penyelamatan saat terjadi tsunami,” terangnya.
Apa yang terjadi, menurut Doni semuanya sudah ada tanda tanda alam. Yang perlu dilakukan seluruh komponen masyarakat, harus saling melengkapi dan bantu membantu. Tidak perlu menjadi kuatir berlebihan. “Pemerintah daerah harus siapkan infrastruktur serta bangunan di pinggir pantai, agar dimanfaatkan sebagai shelter,” harapnya. (104)