JAKARTA – Hoax ternyata benar-benar mengerikan efek negatifnya. Sampai-sampai Indonesia dilanda revolusi jari di tengah era digital oleh hoax.
Hal ini diutarakan Kepala Staf Kantor Kepresidenan, Moeldoko didampingi Menteri Dalam Negeri, Tjahyo Kumolo saat Rapat Koordinasi Nasional Bidang Kehumasan dan Hukum yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (11/2).
“Benar-benar gawat ternyata efek jari kita bila tidak dikontrol,” kata Kabag Humas Pasaman, Delsi Syafei usai menghadiri rapat tersebut.
Diterangkan Kabag Delsi, revolusi jari yang dimaksud Moeldoko, begitu mudahnya arus informasi dibeberkan tanpa terkonfirmasi melalui ujung jari.
Di mana sebuah berita ditentukan kecepatan dalam 30 detik saja. Baca berita lalu tanpa diverifikasi, jari langsung tergerak men-share di media sosial tanpa mencek apakah berita itu betul atau hoax.
“Inilah yang berbahaya,” kata Delsi.
Dirangkum Delsi, demokrasi bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Demokrasi juga memiliki batas-batas tertentu. Demokrasi yang tidak terkawal instrumen institusi yang kuat, maka akan berujung anarkis. Dengan dalih demokrasi, setiap orang bebas, melampaui garis demokrasi, ini tidak benar. Ini sudah masuk ke ranah anarkis.
“Intinya dalam rapat ini praktisi kehumasan pemerintah memainkan peran lebih aktif dalam menangkal arus informasi salah atau hoax yang banyak berseliweran. Humas harus meluruskan berbagai informasi yang keliru itu. Kamipun menyatakan siap meminimalisir untuk hal ini,” tukas Delsi. (Yolan)