JAKARTA – Menteri BUMN, Erick Thohir, mengakui ada praktik jual-beli jabatan Dewan Direksi dan Komisaris di perusahaan pelat merah. Bahkan, harga jabatan untuk Direktur Utama BUMN dipatok di kisaran Rp25 miliar.
Praktik tersebut, lanjutnya, terjadi sebelum dirinya menahkodai Kementerian BUMN, dimana oknum yang ingin menjabat sebagai direktur utama BUMN memberi setoran.
Namun dia enggan menyebut nama perusahaan dan identitas petinggi yang sempat menawarkan transaksi jual-beli jabatan direksi BUMN.
Pengakuan Menteri BUMN itu, sekaligus menjadi bantahan terhadap tuduhan atau isu bisnis PCR yang dikaitkan dengan nama besarnya.
Erick Thohir mengatakan, jika ingin mencari keuntungan, dia bisa melakukan transaksi jual-beli jabatan Dewan Direksi dan Komisaris BUMN yang lebih menguntungkan dibandingkan bisnis PCR.
Namun, tindak kejahatan itu justru dikutuk dan dilawan Erick Thohir.
“Selama ini, saya yang paling menekankan hal-hal itu (korupsi), kalau saya mau cari uang di BUMN banyak. Banyak, paling gampang apa? Di BUMN, mindah-mindahin jabatan, itu setoran paling banyak dulu. Pernah dihargai satu Direksi Rp25 miliar, Direksi yang gede (BUMN), Direktur Utama,” ujar Erick Thohir, Rabu (24/11/2021).
Dia mengatakan, jual beli jabatan BUMN tidak lagi terjadi saat ini. Bila itu terjadi, pemegang saham langsung memproses secara hukum atau pelakunya langsung dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepastian itu, terlihat saat pemegang saham melakukan restrukturisasi bisnis, perbaikan ekosistem bisnis, hingga membentuk holding BUMN sejumlah perusahaan negara.
“Kalau mau kan, terus apa konteksnya? Kalau saya terjebak jual beli jabatan, ya enggak mungkin saya menjadikan BUMN (holding), bisa menangkap yang korupsi, enggak mungkin, saya langsung goyang badannya, ‘ini yang kita tangkap, dia udah nyetor ke kita’ gila aja, enggak mungkin lah,” kata Erick Thohir. (inews)