PADANG-Angka kekerasan terhadap perempuan di Sumbar terus meningkat. Selama 2019, lebih dari 100 kasus yang terdata di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Sumbar.
Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno usai membuka rakor penguatan sistim penanganan kekerasan terhadap perempuan yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI di Padang Senin (29/4) mengatakan pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak harus dimulai dari keluarga sendiri. Kemudian dikuatkan dengan berbagai regulasi pemerintah, baik di daerah hingga ke pusat.
“Penekanan kasus juga bisa dilakukan dengan memperbanyak promotif lewat sosialisasi akhiri kekerasan pada perempuan dan anak. Mereka harusnya dilindungi bukan disakiti,” kata gubernur.
Segala sumber penyebab tindak kekerasan yang terjadi berasal dari pola pikir laki-laki pada perempuan. Sebagian laki-laki menganggap perempuan itu lemah dari mereka, hingga terjadi berbagai tindak kekerasan tadi. Karena itu promotif hentikan kekerasan pada perempuan dan anak harus digencarkan.
“Makanya janga ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan itu punya hak yang sama. Mari kita mulai dari keluarga masing-masing,” ajaknya.
Di provinsi sendiri, telah dilakukan koordinasi antar sesama OPD dalam menekan angka kekerasan. Mulai dari dinas pemberdayaan perempuan dan anak, dinas kesehatan, pendidikan, perekonomian dan lainnya.
Dalam pandangannya, laki-laki yang melakukan kekerasan pada perempuan adalah orang yang mengalami gangguan kepribadian. Mulai dari sedang hingga tinggi. Jika sudah terlalu membahayakan bahkan sampai menyakiti, laki-laki tersebut harus diobati.
“Mereka yang perlu diobati masuk dalam kategori preventif. Mereka butuh penanganan spesial dari ahlinya. Bisa psikolog hingga psikiater,” terang gubernur.
Plt. Deputi Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Ghafur Akbar Dharmaputra , mengatakan saat ini pihaknya sedang mengupayakan dengan DPR tentang penghapusan kekerasan seksual. Intinya bukan pada RUU penghapusan kekerasan seksual tapi intinya semua penegak hukum harus sepakat pelaku harus mendapat hukuman, sehingga mereka jera melakukan kejahatan
“Apa hukuman untuk pelaku kejahatan ini ditetapkan UU sesuai klasternya. Untuka itu perlu dukungan dari masyarakat. Pelaku tidak bisa dimaafkan begitu saja. Mereka harus bertanggung jawab terhadap korban,” sebutnya.
Selain dihukum pelaku kata Ghafur, juga harus membayar prestitusi kepada korban, sehingga korban punya masa depan yang lebih baik. misa
“Islam datang untuk melindungi perempuan. Jangan sampai kita kembali seperti saat zaman jahiliah lagi,” ujarnya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Sumbar, Besri Rahmad mengatakan ada dua nomor kontak yang bisa dihubungi korban tidak kekerasan, ketika mereka mengalami kekerasan.
“Masyarakat bisa menghubungi layanan telepn sahabat anak atau Tesa di nomot 129. Ini bisa dihubungi 24 jam. Kemudian di call center UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak di nomor 085274094145,” sebutnya.
Dikatakannya, komitmen untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia tercermin dari berbagai peraturan perundang-undangan maupun payung hukum turunannya. Komitmen tersebut secara khusus juga dituangkan dalam program utama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak RI, yang dikenal dengan Tree Ends. 107