Oleh M.Khudri
“Gawat, Kota Padang Benar Benar Telah Jadi Sarang Maksiat. Orang Tua Harus Waspada”. Itu adalah judul berita salah satu media online yang saya baca hari ini. Sesuai harapan media yang bersangkutan, maka saya klik lah berita itu dan saya baca isinya lengkap lengkap. Isi beritanya, Satpol PP menangkap 16 wanita dan 3 orang laki laki di beberapa titik panti pijat yang diduga menyalahi aturan.
Selesai membaca, saya share lah berita itu di grup Whatsapp sembari menempel postingan itu dengan tiga pertanyaan. Sarang maksiat? Setujukah kangkawan dengan istilah sarang? Apakah Ini tidak termasuk kata kata yang bisa berimplikasi hukum?
Kontan grup buncah berseliweran komentar, anda serius, ada yang ber garah garah dan ada pula yang marabo. Tapi yang sebagian besar anggota WA itu tak setuju dengan judul berita tersebut, bahkan ada yang tulis, walikota harusnya tersinggung.
Saya termasuk yang tidak setuju dengan judul berita itu. Saya coba mencari kamus kata “sarang”. Dari kamus saya peroleh arti kata ” sarang” yaitu 1 tempat yang dibuat atau yang dipilih oleh binatang unggas, seperti burung, untuk bertelur dan memiara anaknya: pagi hari burung keluar dari — nya; 2 tempat yang dibuat atau yang dipilih untuk beranak dan memiara anaknya (tentang tikus, tupai, dan sebagainya); 3 ki tempat kediaman atau tempat persembunyian (biasanya bagi segala sesuatu yang kurang baik): — gerombolan pengacau.
Dari kamus diatas dan membaca judul berita itu, dapat disimpulkan sarang maksiat itu tempat persembunyian gerombolan pelaku maksiat. Ada Padang disebut benar-benar telah menjadi sarang maksiat, maka artinya kota ini telah dipenuhi oleh gerombolan pelaku maksiat. Tentu saja maksudnya kota ini sudah penuh oleh lonte atau poyok.
Soal lonte dan poyok, itu bukan hanya soal Padang dan bukan hanya ada sekarang. Poyok dan lonte itu ada di seluruh dunia ini, bukan saja Jakarta, Los Angeles, Amsterdam. Bahkan kota kota besar di Arab ada lonte dan poyok, walau saya tidak pernah lihat, tapi dunia informasi menyebutkan begitu.
Begitu juga dari sisi waktu, adanya lonte dan poyok di Padang tidak hanya sekarang kini, sejak dulu juga sudah ada. Karena itu lah maka sebutan Padang Telah Benar-benar Menjadi Kota Maksiat tidaklah benar, ini menuduh nuduh saja namanya.
Agar lebih jelas, pemerintah kota tolong saja umumkan berapa benar penduduk kota Padang ini bergerak usahanya dibidang permaksiatan. Kan bisa didata semua orang, karena semua KTP sudah di onlinekan, semua data sudah ada server pemerintah, termasuk pekerjaan dan jenis kelamin.
Dalam laporan demografi, penduduk bisa diidentifikasi dengan tepat jumlah , jenis kelamin dan pekerjaan. Semua orang bisa diketahui pekerjaannya, jika sudah separuh warga kota mengembang biakkan maksiat pekerjaannya, terpaksalah kita terima ternyata kota para maksiater sudah berkembang biak di kota Padang.
Tapi jika lonte dan poyok hanya segelintir manusia yang “sakit” apalagi mereka itu hanyalah pendatang musiman, maka sebagai orang Padang karena saya lahir dan besar di Padang, saya merasa tersinggung dengan sebutan Kota Padang Sudah Jadi Sarang Maksiat. Memang banyak peristiwa maksiat seperti perkosaan dan perzinahan di Padang, tapi apakah itu sudah bisa dijadikan alasan kota Padang Sarang Maksiat, dengan pakai kalimat benar benar pula lagi.
Jika warga Padang atau walikota tersinggung lantas mempermasalahkan judul ini secara hukum, saya tidak sependapat. Sebaiknya informasi dibalas informasi, berita dibalas berita, jangan sedikit dikit lapor polisi, buat apa? (***)