PADANG-Sebanyak 21 rumah sakit siap melayani pasien JKN KIS yang selama ini dilayani di SPH. Dari jumah itu 11 di antaranya rumah sakit umum, terdiri dari 9 unit setipe dengan SPH.
Selain itu juga terdapat delapan RS khusus yang melayani pasien JKN KIS yang sebelumnya dilayani di RS milik PT. Semen Padang tersebut
“Sembilan RS umum itu kelas C, sedangkan dua RS lainnya kelas D. Semua RS itu ada di Padang,” tegas Kepala BPJS Kesehatan Cabang Padang, Asyraf Mursalina, Rabu (12/6).
Disebutkannya, RS Umum kelas C meliputi RS TNI Reksodiwiryo, RS Universitas Andalas, RS Yos Sudarso, RS Ibnu Sina Padang, RS Islam Siti Rahmah, RSUD Rasidin Padang, RS Aisiyah Padang, RS BMC dan RS Naili DBS. Dua RS Umum Kelas D meliputi RS Bhayangkara dan RS Selaguri.
RS lainnya yang siap menampung pasien JKN KIS dari SPH adalah RS khusus. Jumlahnya delapan unit di Padang, meliputi RS Khusus Mata Padang Eye Center, RS Khusus Mata Regina Eye Centre, Balai Kesehatan Indera Mata Padang, RS Ibu dan Anak Cicik, RS Ibu dan Anak Restu Ibu, RS Ibu dan Anak Siti Hawa, RS Bedah Kartika Docta dan RS Bedah Ropanasuri.
“Selain itu ada juga dua Klinik Utama yaitu Klinik Utama Minang Medical Centre dan Klinik Utama Annisa. Jadi total RS yang siap melayani pasien JKN KIS dari SPH 21 unit. Mereka akan dilayani sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terang Asyraf.
Sebagaimana diketahui, terhitung 31 Mei 2019, BPJS Kesehatan tidak lagi bekerjasama dengan SPH. Itu terjadi karena kedua belah pihak tak menemui kata sepakat terkait aturan dalam program JKN KIS.
Asyraf menambahkan bahwa fasilitas kesehatan swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbaharui perjanjian kerjasamanya ketika jangka waktunya sudah habis. Namun pada dasarnya perjanjian kerjasama memiliki sifat sukarela, dan hakekat dari kontrak adalah semangat mutual benefit.
“Sebelum perjanjian kerjasama ini berakhir, kami dan Semen Padang Hospital telah melakukan koordinasi dan komunikasi untuk penandatanganan pembaharuan perjanjian kerjasama, namun dalam pelaksanaan koordinasi dan komunikasi tersebut kedua belah pihak tidak menemui kata sepakat sehingga keputusan ini diambil secara bersama-sama,” lanjut Asyraf.
Berakhirnya kerja sama, lanjut Asyraf, tidak ada kaitannya dengan kondisi defisit BPJS Kesehatan. Asyraf mengatakan bahwa sampai saat ini pembayaran oleh BPJS Kesehatan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Rumah sakit bisa menggunakan skema supply chain financing dari pihak ke-3 apabila ada fasilitas kesehatan yang belum terbayarkan oleh BPJS Kesehatan.
Proses penyelesaian klaim periode pelayanan kesehatan sampai tanggal 31 Mei 2019, masih akan tetap diproses oleh kedua belah pihak sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku tanpa mengurangi hak dan kewajiban masing-masing pihak. 107