PADANG-NT, (14) berbaur di antara banyaknya orang yang datang ke sebuah pesta perkawinan seorangwarga di Kabupaten Padang Pariaman. Dia ke lokasi pesta bersama neneknya SN (65).
Kemana nenek pergi, NT selalu ikut. Padahal diusianya sekarang dia mesti mengecap pendidikan di SD tempat dia tinggal.Namun sejak beberapa bulan belakang gadih jolong gadang itu tak lagi sekolah, pasca menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan kakek kandungnya.
Sang kakek sudah menjalani hukuman setelah dikadukan ke pihak berwajib oleh neneknya. Namun hukuman itu belum lah memberikan kenyamanan untuk NT. Sebab pasca kejadian yang merengut masa depannya, dia sering diolok-olok oleh teman sebaya. Baik di rumah maupun di sekolah. Hingga dia enggan datang ke sekolah.
Hingga saat ini, ketika anak lain selesai ujian, NT tak pernah lagi mengecap pendidikan di sekolahnya.
“Indak adonyo sikolah lai buk. Inyo ndak amuah pai sikolah dek kanai olok-olok jo kawan-kawan. Pernah sakali, buku e dicabiak-cabiakan kawan-kawa e di muko guru. Nyo biaan se dek guru tu, (NT tak sekolah lagi. Dia tak mau lagi sekolah karena sering di bully oleh temannya. Pernah ketika itu, bukunya disobek-sobek di depan guru. Dibiarkan saja oleh guru),” terang SN, kepada topsatu.com,beberapa waktu lalu.
Sejak saat itu, cucu SN tak mau sekolah dan hanya di rumah saja. Menurut SN, kasus yang dialami cucunya pernah di tangani Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Padang Pariaman. Namun penyelesaian kasus tidak tuntas.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sumbar, Gemala Ranti mengatakan, banyak anak korban kekerasan seksual yang terputus pendidikannya. Kebanyakan dari mereka malu melanjutkan pendidikan.
“Selain dari diri si anak sendiri, sekolah tempat korban belajar juga sering menolak kehadiran anak berhadapan dengan hukum,” terangnya.
Untuk anak yang mau sekolah, akan dipindahkan atau dicarikan sekolah di luar, jauh dari orang-orang yang mengenalnya. Sehingga para korban bisa melanjutkan pendidikan dan punya masa depan.
“Untuk biaya sekolah korban dan biaya hidup mereka kami koordinasikan dengan dinas terkait. Mulai dari dinas pendidikan, sosial dan lainnya. Harapannya kondisi korban bisa lebih baik dan mendapatkan hak-haknya,” beber Gemala.
Disebutkan Gemala, butuh lintas sektor dalam mengembalikan semangat para korban pelecehan seksual, begitu juga dalam membiayai kebutuhan hidup mereka.
Sementara, dari sekian banyak kasus tak banyak korban kejahatan seksual yang mau melanjutkan pendidikan.