BUKITTINGGI-Sasaran Silek sangat penting artinya untuk melestarikan silek sebagai bagian budaya di Ranah Minang. Sasaran Silek sejak dahulu kala, telah menjadi tempat untuk mendidik dan menbina watak dan karakter kesatria dan berbudaya generasi Minangkabau.
Sasaran Silek sendiri diartikan sebagai sebuah tempat membina, mendidik, melatih, mewariskan budaya pencak silat/silek yang bentuknya berupa tanah yang lapang.
Disinilah para guru melatih mental dan spritual, juga mengajarkan seni dan bela diri silek.
“Sasaran melalui pelatihan silek mengajarkan silek dari aspek mental sprituil yaitu bahwa silek bukan saja untuk membela diri, tetapi untuk memahami hidup dengan berbagai persoalannya ,” kata Indrayuda, S.Pd., M.Pd., Ph.D., Ketua Umum PPSI Sumbar, Ketua Lembaga Pelatih & Juri Festival PB IPSI Wakil Ketua Umum Pengprov IPSI Sumbar, dalam acara bimbingan teknis (bimtek) peningkatan kapasitas pemangku adat, dengan tema “Lestarikan silek, membangun jati diri” di Grand Rocky Hotel Bukittinggi, yang berlangsung dari 23 – 25 Mei 2022.
Bimtek dibuka oleh Gubernur Sumbar diwakili Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, H. Syaifullah, S.Pd, MM. Acara dihadiri 60 peserta dari Kota Solok, Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan.
Indrayuda mengatakan, di Sasaran silek guru melatih ahklak melalui mental spritual yang mencakup watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti dan kepribadian. Sasaran menjadi tempat mengasah prilaku santun dan berbudaya kato nan ampek.
“Sasaran merupakan basis hidup beretika dan beradab didalam pembelajaran silek. Sasaran merupakan tempat belajar silek serta mengajarkan bagaimana menganalisa kehidupan,” tambahnya.
Diharapkan nantinya di Sasaran muncul pendekar yang kesatria, berbudi luhur, berakhlak dan terampil, sportif dan bertanggung jawab. Muncul anak sasian yang beradab dan memahami kehidupan alam takambang jadi guru.
“Mereka menghargai guru dan Tuo Silek, juga kakak seperguruan. Mereka mengenal Penciptanya dan paham adat istiadat,” ujarnya.
Terkait fungsi Sasaran sebagai salah satu basis pendidikan kultural di Minangkabau, secara realitasnya memang tempat belajar seni bela diri, tetapi selain seni beladiri sasaran juga tempat mengkaji falsafah hidup dan budaya, karena silek itu digunakan di dalam kehidupan, jadi sasaran tidak mencetak anak sasian hanya terampil di dalam bergerak jurus demi jurus.
Karena Silek yang sesungguhnya adalah berhadapan dengan kehidupan nyata.
Tidak semua yang dapat ditaklukan dengan fisik, tetapi juga dengan akal dan budi, di sinilah peran sasaran di dalam pendidikan yang sesungguhnya
Sementara pemahaman tentang silek sebagai bagian dari budaya, pembelajaran silek sesuai dengan norma dimana silek itu ditumbuhkan. Karena silek menjadi milik masyarakat pendukungnya.