PD. PANJANG – Shofwan dalam kata sambutannya mengatakan lahirnya buku ini merupakan terobosan hebat yang dilakukan Pondok Pesantren Kauman dalam menjaga nilai -nilai sejarah, terlebih yang berkaitan dengan dunia pendidikan.
“Kami atas nama Pimpinan PWM Sumbar mengapresiasi dengan apa yang dilakukan oleh pondok pesantren dalam menjaga dan merawat nilai sejarah di Kauman ini. Kauman Padang Panjang merupakan pijakan pertama dalam mensyiarkan gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Dari Padang Panjanglah, Muhammadiyah dapat dikenal dan dikembangkan ke berbagai daerah lainnya yang ada di Indonesia ini,” ungkapnya.
Mudir Pondok Pesantren Kauman, DR. Derliana mengucapkan terimakasih kepada penulis buku, Fikrul Hanif Sufyan yang selama tiga tahun melakukan riset untuk menggali sejarah Kauman ini dari berbagai sumber, sehingga buku tentang sejarah berdirinya Kauman dapat dinikmati dan dibaca oleh generasi yang akan datang.
Bagi Derliana, buku yang berjudul “Kulliyatul Muballighien dari Padang Panjang Untuk Indonesia” ini memberikan gambaran secara gamblang kepada masyarakat luas bahwa Kulliyatul Muballghien memiliki sejarah panjang dalam khazanah pendidikan yang ada di Indonesia ini. Kontribusi yang nyata telah ditunjukkan oleh Pondok Pesantren ini yang akan memasuki usia hampir satu abad ini.
Sementara itu menurut Fikrul Hanif Sufyan, penulis buku sejarah ini menyampaikan bahwa dalam menulis buku tentang Kauman menjadi beban sejarah baginya, sebab fakta sejarah yang selama ini ditemukan hanyalah dari cerita-cerita para orang tua dan juga para santri dari para pendiri Pondok Pesantren Ini.
“Buku ini membahas tentang perjalanan sejarah berdirinya Kulliyatul Muballighien Kauman. Saya menemukan fakta sejarah di sebuah media cetak Sumatra. Dalam tulisan tersebut dinyatakan bahwa Pondok Pesantren yang dahulunya bernama Tabligh School berdiri pada tanggal 5 April 1928. Dari situ saya mencoba mencari benang merah selama tiga tahun lamanya, hingga buku ini selesai tahun ini,” kisahnya.
Dikatakannya juga bahwa awal sekolah ini adalah Hotel Marapi yang dimiliki oleh orang Belanda. Kemudian hotel itu dibeli untuk dijadikan sebagai pusat pendidikan menggantikan rumah Inyiak Rasul yang menjadi awal mula pusat pergerakan Muhammadiyah yang hancur pada saat gempa Padang Panjang. Sehingga Rasyid Idris Dt. Sinaro Panjang, pioner administrasi Kauman Muhammadiyah yang namanya di abadikan menjadi ruas jalan medapatkan tempat di Kulliyatul Muballighien.
“Bekas hotel yang dibeli inilah, guru-guru persyarikatn membuat sekat-sekat untuk kelas. Dimana murid- murid yang datang dari utusan berbagai daerah Sumani, Agam, Payakumbuh, Pariaman dengan dengan segala keterbatasan tanpa melihat kondisi sekolah. Semangat ini kemudian yang melatari semangat perjuangan Buya HAMKA kembali memimpin madrasah sekembalinya dari Makassar,” bebernya.
Disamping itu Deni Asyari selaku direktur Penerbit Suara Muhammadiyah yang ikut dalam kegiatan ini mengatakan bahwa buku “Kulliyatul Muballighien dari Padang Panjang Untuk Indonesia” yang ditulis oleh Fikrul Hanif Sufyan ini menjadi rangkaian yang terhubung dengan buku yang ditulis oleh Taufik Abdullah, bahwa semuanya berawal dari Kauman Padang Panjang. Menjadi pencerahan dan menginspirasi banyak orang.
Selanjutnya menurut Deni Asyari, tantangan Muhammadiyah saat ini berada ditahap abad kedua. Kalau dulu tantangan kita adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, sekarang tantangan itu lebih meningkat ketingjat revolusi tekhnologi yang mana hal itu membuat era desrupsi semakin menjadi-jadi.
Turut hadir pada kesempatan itu, walikota Padang Panjang yang diwakili oleh staf ahli bidang ekonomi dan pembangunan, kepala bidang perpustakaan dan kearsipan kota Padang Panjang, kepala pondok pesantren se Padang Panjang, penulis novel Rinai Kabut Singgalang, Muhammad Subhan, Ketua Jurusan Teater, Dr. Sulaiman Juned, serta para praktisi pendidikan dan muballigh se Padang Panjang, Batipuh, X Koto. (Jas)
Area lampiran