Rio Rinaldi
(Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Bung Hatta)
Karya sastra warna lokal Minangkabau berpotensi berisi muatan yang merepresentasikan kekhasan suatu bahasa, masyarakat, dan budaya yang berkaitan dengannya melalui unsur ekstrinsik dan intrinsik.
Konkretnya, karya sastra yang memuat unsur lokalitas Minangkabau sedikit banyaknya memiliki muatan tentang bahasa dan persoalan sistem kemasyarakatan di Minangkabau.
Sekurang-kurangnya, ada sikap dan cara pandang pengarang atau representasi atas masyarakat setempat yang tergambar melalui bahasa dan konflik, penokohan, latar cerita, konvensi budaya, dan lain sebagainya.
Kehadiran beberapa unsur keminangkabauan yang disampaikan melalui bahasa tertentu memungkinkan adanya tegangan dan hubungan dengan realitas sosial, seperti sikap dan cara pandang, cara merasa, ideologi budaya, dan sebagainya.
Karya sastra warna lokal Minangkabau berisi hal-hal yang kadang sulit diterima ketika kehadirannya muncul pada teks, tetapi menggejala dalam kehidupan nyata sehingga muncul tegangan antara pembaca dan pengarang.
Unsur yang memungkinkan adanya tegangan dan hubungan dengan realitas objektif itu bukanlah suatu hal yang negatif dalam teks sastra.
Justru, inilah yang memungkinkan terbentuknya kesan estetika dan potensi dialogis.
Pengarang yang menulis karya sastra berwarna lokal dalam konteks sinkronik dan diakronik memiliki persepsi dan kesosialan melalui unsur imajinatif dan proses kreatifnya.
Hubungan unsur tersebut dengan realitas sosial tidak terbatas pada hal-hal yang membentuk suatu pandangan dunia, unsur imajinatif, dan kreatif, tetapi juga kepada reaksi penulis atau tanggapan penulis terhadap kejadian di sekitarnya.
Dengan demikian, tugas penulis sastra warna lokal adalah berupaya menciptakan style guna menciptakan dunia sendiri dalam teks sastra.
Setiap style menyarankan suatu interpretasi tertentu terhadap suatu persoalan berdasarkan resepsi pengarang.