JAKARTA – Komisi Yudisial (KY) akan mengusulkan rencana penyadapan secara mandiri ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Hal ini guna melakukan pengawasan terhadap kinerja hakim.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial (KY) RI, Joko Sasmito mengatakan sebenarnya KY memiliki kewenangan tersebut.
Kewenangan itu diatur dalam Nomor 18 Tahun 2011 tentang Tentang Komisi Yudisial di pasal 20.
Namun, KY diharuskan bekerjasama dengan lembaga penegak hukum lainnya seperti Polri, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Tapi harus memenuhi persyaratan. Dalam praktiknya kita sudah MoU (dengan lembaga penegak hukum yang dimaksud) tapi tidak semudah itu padahal UU jelas tapi emang tidak mudah,” ujarnya saat konferensi pers refleksi akhir tahun di gedung KY, Jakarta Pusat, Rabu (28/12).
Menurut Joko, KY beberapa mengajukan kerjasama penyadapan tersebut namun selalu ditolak. Alasannya, bukan termasuk kasus pidana.
“Penolakan ya masuk akal juga, penyadapan untuk kasus tertentu, narkotika, teroris, kasus korupsi, itu baru dia diberikan kewenangan untuk Penyadapan,” kata Joko.
Sedangkan, penyadapan yang dilakukan KY adalah untuk keperluan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan hakim.
“Kita akan coba usulkan DPR agar KY tidak dengan kerjasama penegakan hukum lain tapi secara mandiri. Sehingga KY bisa melakukan penyadapan,” ucapnya.
Meski begitu, penyadapan dilakukan kata Joko ketika adanya indikasi pelanggaran hakim saja.
Sementara sebanyak 19 hakim mendapat sanksi terkait pelanggaran kode etik. Sanksi itu berupa teguran sampai pemberhentian tidak hormat.
Rinciannya, 6 hakim mendapat sanksi teguran tertulis, 8 mendapat sanksi pernyataan tidak puas secara tertulis.