PADANG.- Pagi Sabtu ini(29/4) cuaca sangat cerah, mentari pagi menyinari bumi, dihari baik ini rencana bawa cucu bersilaturrahmi ke rumah famili yang ada di Padang, maklum saya dan keluarga baru dari kampung cucu di Lubuk Basung. Siap siap berangkat, saya lap lap mobil di halaman rumah anak saya di komplek Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Korong Gadang kecamatan Kuranji kota Padang. Tiba tiba terdengar suara melalui pengeras suara mini, donaaaaat!, donat!, berulang kali.
Tiba tiba cucu perempuan saya Rayya Fatimah Assyifa, jelang 4 tahun umurnya, dari beranda rumah berteriak, ayeek donat Yeek….! (Ayek panggilan kakek, ala Pessel) tanpa pikir, saya pun bersorak memanggil penjual donat yang menggunakan sepeda motor jenis honda warna hitam.
Saya lihat penjualnya seorang anak muda, yang saya perkirakan usianya belasan tahun. Senyum simpatik menghiasi wajahnya yang imut dan kelihatan lugu, bersih dan menyenangkan.
Singkat cerita donat dengan warna kesukaannya dipilih oleh Rayya dan tak lupa untuk adiknya Razzan Ibrahim Khairullah (1,8 tahun) di bungkus dengan kotak plastik, harga satu donat Rp.3.000,-.
“Ini donat buatan sendiri atau punya orang lain ?” saya mulai knowing everything particular object ( kepo ) bertanya.
“Kita hanya menjualkan pak, ada yang membuatnya, kita hanya ambil keuntungan pak” kata Nicolas Saputra (22) sang penjual donat yang menyebut nama panggilannya Nico.
Nico mengaku sebagai mahasiswa tingkat II Universitas Islam Negeri (UIN) Padang jurusan Hukum Kekuarga. “Penghasilan orang tua kurang mencukupi untuk biaya kami dan kuliah saya, kasihan orang tua ” kata Nico menjelaskan alasannya berjualan sambil kuliah.
Dengan berjualan donat keliling untuk kawasan Kuranji dan komplek Balimbiang dari pagi ba”da Subuh sampai pukul 09.00 Wib, Nico mengaku mendapat penghasilan lumayan. “Alhamdulillah rata rata Rp.75 sehari, tapi kalau lagi tak kuliah bisa Rp 120 ribu sehari ” katanya sambil senyum.
Penghasilan sebanyak itu, menurut Nico yang mengaku tak mengisap rokok sebagaimana anak anak muda dan mahasiswa kebanyakan lebih dari cukup untuk kebutuhan hariannya sebagai mahasiswa yang tinggal di Padang.
Kedua orang tua Nico masih hidup, memenuhi kebutuhan sehari hari di kampung halamannya di Lengayang Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan dengan bertani. “Saya bertekad membangkik batang terendam pak, membantu orang tua, jika bisa bekerja sesuai dengan ilmu yang saya dapat, kalau tidak saya ingin menjadi pengusaha sukses ” kata Nico yang mengaku tidak meninggalkan salat lima waktu.
Memang, anak muda seperti Nico biasanya memiliki masa depan cerah, tidak suka uru uru dan hura hura, pagi Subuh salat berjemaah, belajar kemudian segera bekerja, aktif pula di kampus, sungguh beruntung orang tua Nico, yang beruntung juga orang ambil dia sebagai minantu, apalagi jika Nico dia seorang penghapal Alquran.
Di kota Padang, entah ada yang mensurvey entah tidak, tapi saya menemui banyak anak muda yang berkuliah sambil bekerja. Silakan cek di bengkel bengkel, toko toko, resto resto dan kafe kafe, bahkan banyak mahasiswa yang berprofesi sebagai tukang Ojek Online, garin masjid, guru mengaji bahkan menjadi imam masjid.
Dari amatan, mahasiswa yang tinggal di masjid masjid, apalagi yang hebat baca Alquran dan merdu suaranya menjadi imam salat, terutama yang tinggal di masjid komplek komplek perumahan, dia akan menjadi “incaran” emak emak untuk diambil menjadi menantu.
Hasrat emak emak itu tidak salah, sebab sudah ada pepatah Minang yang mengatakan, “kalau ka jadi mancik, jak ketek lah runcing ikua e” atau kalau akan jadi tikus dari kecil sudah runcing ekornya, artinya orang orang akan sukses itu setelah dewasa, semenjak kecil dan remaja sudah tampak tanda tandanya.
Anak anak muda yang kreatif, jujur, tak suka mengeluh dan tak perlu cerdas benar, yang penting mau bekerja keras , dan taat salatnya maka lapangan kerja dan lapangan usaha akan terbuka lebar untuknya, baik di perkotaan maupun perdesaan apalagi di perantauan. Bagi yang tidak percaya, silakan pelajari kisah kisah hidup orang Minang yang sukses.