Beberapa hari lagi, tepatnya 5 Mei 2023, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) menginjak usia 95 tahun. Usia yang cukup matang untuk sebuah Organisasi Masyarakat dan Keagamaan di Indonesia.
Ini tidak hanya berarti semata-mata untuk badan organisasi keagamaannya saja, tapi juga bagi elemen-elemen terkait dalam tubuh Tarbiyah Islamiyah secara keseluruhan, meliputi lembaga pendidikannya, majelis dan jamahnya secara umum.
Para ulama dan tokoh yang menginisiasikan pendirian organisasi ini pada 1926 silam tidak hanya berhasil membangun sebuah organisasi dan jaringan madrasah sebagaimana yang menjadi niat awalnya.
Namun seiring perjalanan, lembaga ini pun telah turut mengambil peran yang lebih besar dalam pembangunan, menggerakkan kemerdekaan, mempertahankan keutuhan bangsa, dan terlibat dalam momentum-momentum penting kehidupan sebagai negara yang berdaulat.
Tentu saja, dalam menjalankan peran dan tugas-tugas tersebut, ditemukan banyak rintangan. Sebagian berhasil dijawab dengan baik, dan tidak sedikit pula gagal dimaksimalkan.
Kedua-duanya telah menjadi catatan yang tidak dapat dilepaskan dalam sejarah organisasi ini.
Bahkan sekarang, ketika esai ini ditulis, saya merasakan, baik catatan keberhasilan maupun kegagalan telah saling melengkapi.
Dengan menyimak beberapa catatan yang dirasa kurang menggembirakan sebagai sebuah organisasi, maka rasa syukur akan semakin kuat dirasakan untuk momen-momen keberhasilannya.
Begitu juga sebaliknya, dengan membaca prestasinya, maka akan diinsyafi bahwa capaian tersebut membutuhkan pengorbanan dan jerih yang tidak sedikit untuk meraihnya.
Salah satu prestasi yang patut dicatat di sini adalah kembali islah dua belahan organisasi Tarbiyah Islamiyah dalam naungan payung yang sama.
Setelah sempat berseberangan jalan pada tahun 1970-an, masing-masing kelompok kembali menyatakan komitmen persatuannya pada 2016 lalu.
Di mulai dengan komitmen kepengurusan tingkat daerah di Sumatera Barat, semangat persatuan tersebut naik ke atas dan disambut suka cita oleh badan pengurus di tingkat pusat.