JAKARTA – Artificial intelligence (AI) dapat diartikan sebagai kecerdasan buatan, yang ditambahkan dalam sebuah sistem komputer. Sehingga bisa menciptakan teknologi menyerupai cara berpikir dan berperilaku manusia.
Terkait hal ini, Kepala Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), DR. Trina Fizzanty berbicara dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘Articial Intelegence: Ancaman atau Peluang? yang digelar secara daring dan disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV, Rabu (12/7/2023) petang, mengatakan, perkembangan penggunaan AI menjadi tantangan bagi para ilmuwan.
Apalagi, lanjut DR. Trina, perbincangan soal ini (AI) menjadi hangat, karena yang dibicarakan mengenai ancaman dan peluang. Memang diakui, di bidang pendidikan dan manajemen waktu, munculnya teknologi ini sangat membantu, sehingga semua negara saling kejar-kejaran dalam dalam mengembangkan teknologi ini.
“Di Indonesia sendiri, penggunaan AI baru sebatas untuk pendidikan online dalam rangka mempermudah para siswa atau mahasiswa,” ujarnya.
Namun, ia menekankan kalau pemanfaatan AI ini perlu memperhatikan aspek kemanusiaannya seperti etik, bahkan nilai-nilai karakter Pancasila dan ini menjadi bahasan riset di BRIN. Karena nanti akan ada pergeseran nilai dari tadinya produktif, menjadikan kurang produktif dengan adanya perkembangan teknologi.
“Kami berpandangan jika berbicara peluang maka, penggunaan AI ini harus dibarengi dengan pembelajaran berbasis karakter dan memasukkan nilai-nilai Islam dalam masyarakat. Karena kami khawatir, ini akan menyebabkan persoalan tentang etika, sehingga bisa menjadi perhatian kita semua. Jadi kalau kita bicara ancaman atau peluang, pada intinya sebenarnya soal kode etik. Disinilah perlunya kita regulasi-regulasi untuk mengantipasinya,” demikian Kepala Pusat Riset Pendidikan BRIN ini.
BRIN Perlu Undang Parpol
Sedang Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks, meminta BRIN mengundang partai-partai politik (Parpol), untuk menyampaikan proposal mengenai pandangannnya tentang masa depan umat manusia dan agama.
Hal ini, menurut Fahri penting untuk menjawab problem-problem bangsa saat ini, di tengah tren penggunaan kecerdasan buatan yang kian marak di Indonesia.
“Fisiknya, manusia itu sudah dicoba diganti dengan robot. Sekarang ini, pikiran manusia atau akal manusia, coba diganti artificial intelligence. Lalu, Bagaimana nasib the next generation, manusia yang akan datang,” kata Fahri seraya menilai kalau keberadaan teknologi AI bisa menjadi pintu bagi kelahiran agama baru yang akan membuat kitab sucinya sendiri.
Karenanya, lanjut calon legislatif (Capeg) Partai Gelora untuk daerah pemilihan (Dapil) Nusa Tenggara Barat atau NTB I itu lagi, percakapan soal AI ini juga harus menjadi perhatian para agamawan. Sebab makin lama makin mengkwatirkan, karena dia (AI), semakin mirip manusia, dimana dalam perspektif agama ini seperti Tuhan menciptakan manusia.
“Kehadiran parpol di BRIN untuk menyampaikan pandangannya tentang masa depan dapat menjawab mengenai kegamangan dan kegelisaan secara umum tentang masa depan umat manusia. Sebab bangsa ini, punya kontra naratif yang sangat banyak karena masih mengadu domba antara agama dan sains. Kita masih bertengkar antara budaya dengan pengetahuan, akibatnya antara peneliti dan politisi tidak mantap dalam meletakkan pilar-pilar inti peradaban,” sebutnya.
Karena itu, menurut Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 itu, hal-hal seperti ini harus diselesaikan, apakah sains dibawa komando negara atau tidak, sehingga para peneliti atau akademisi yang memiliki riset tidak terus di belakang layar, harus ada keberanian untuk tampil ke depan.
“Sekarang kita tidak punya mekanisme untuk menginterversi public education yang baik. Dan saya kira ini PR temen-temen BRIN. Lembaga pendidikan dan universitas harus memfasilitasi percakapan mengenai AI ini,” demikian Fahri Hamzah. (Ery)