PADANG – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) memulai pembahasan dua rancangan peraturan daerah (ranperda) baru, yakni ranperda tentang perubahan ketiga atas perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah dan ranperda tentang pengelolaan sampah.
Gubernur diwakili Sekda, Hansastri telah menyerahkan nota penjelasan kedua ranperda tersebut pada DPRD saat rapat paripurna, Senin (9/10) di gedung dewan setempat.
Wakil Ketua DPRD Sumbar, Irsyad Safar saat memimpin rapat paripurna itu mengatakan, kedua ranperda tersebut sudah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propempeda) Tahun 2023. Ini berdasarkan Keputusan DPRD Sumbar Nomor: 26/SB/Tahun 2022.
Irsyad memaparkan, ranperda tentang perubahan ketiga atas Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan Susunan dan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Barat bertujuan untuk penataan struktur baru sesuai dengan beban kerja perangkat daerah.
“Sasaran yang akan diwujudkan yaitu tertatanya struktur perangkat daerah yang baru sesuai dengan beban kerja perangkat daerah baik berupa pengubahan tipe perangkat daerah, pengabungan perangkat daerah maupun pemisahan perangkat daerah dengan tujuan meningkatnya kinerja aparatur pemerintah daerah,” ujar Irsyad.
Sementara itu, lanjut Irsyad, ranperda tentang pengelolaan sampah adalah upaya mematuhi undag-undang.
Irsyad memaparkan, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 28H ayat ( 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa negara memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah termasuk Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan publik salah satunya dalam hal pengelolaan sampah.
Kewajiban ini memberikan konsekuensi hukum bahwa Pemerintah Daerah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha, organisasi persampahan dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan.
Irsyad menambahkan, dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk perda.
Kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah, juga diatur dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 kewenangan pemerintah provinsi dalam pengelolaan sampah, diantaranya yakni menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan pemerintah, memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah, Menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah.
“Kemudian, memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antar kabupaten/antarkota dalam satu provinsi,” katanya.
Sedangkan kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada lampiran C dan lampiran K menyatakan bahwa untuk urusan persampahan pemerintah provinsi berwenang dalam pengembangan sistem dan pengelolaan persampahan regional dan penanganan sampah di TPA/TPST regional.
“Seiring dengan tumbuh dan berkembangnya masyarakat di Sumbar volume dan jenis sampah yang merupakan limbah dari kegiatan produksi dan konsumsi masyarakat tersebut terus meningkat setiap tahunnya seiring peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita,” ujar Irsyad.
Dengan demikian, tambah dia, beban pengelolaan sampah juga mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Ia menilai, pengelolaan sampah membutuhkan perubahan yang mendasar dalam pengelolaan sampah yang selama ini dijalankan.
“Kebiasaan selama ini bahwa pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir saatnya ditinggalkan dan diganti dengan kebiasaan baru dalam pengelolaan sampah, yakni memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis dalam lingkungan, seperti untuk energi, kompos, pupuk maupun bahan baku industri,” ujarnya lagi.
Selain itu, pengelolaan sampah dilakukan dari hulu sampai ke hilir yang dimulai dari fase produk sampai menjadi sampah, dan selanjutnya dikembalikan ke media lingkungan secara aman.
Oleh karena itu, lanjut Irsyad, dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang pemerintahan daerah provinsi untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk perda.
“Perda yang lama tidak sesuai lagi dengan kebutuhan sehingga perlu diubah,” katanya.
Sementara itu, Sekdaprov Sumbar, Hansastri mengatakan perubahan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Barat ini dilakukan untuk menciptakan perangkat daerah yang tepat fungsi dan tepat ukuran.
Ini sesuai pula dengan amanah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pembinaan dan Pengendalian Penataan Perangkat Daerah.
Hal yang dipertimbangkan yakni beban kerja, kompleksitas pekerjaan, ketersediaan sumber daya serta efektifitas dan efisiensi pelaksanaan tugas dan fungsi perangkat daerah.
“Atas dasar pertimbangan hal-hal tersebut maka perlu dilakukan penataan kembali terhadap perangkat daerah, baik dengan melakukan perubahan/penyesuaian tipe, pemecahan dan pembentukan perangkat daerah baru maupun dengan melakukan penggabungan beberapa Perangkat daerah,” katanya.
Sementara itu, terkait perda perubahan tentang pengelolaan sampah, Hansastri mengatakan perda lama, yakni perda Nomor 8 Tahun 2018 berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaannya, Perda tersebut tidak lagi efektif dan efisien.
Alasannya yakni, pertama, beeberapa susbstansinya yang tidak sesuai lagi dengan kewenangan provinsi dan terdapat beberapa rumusan pasal yang mempunyai makna multitafsir. Sehingga menimbulkan keragu-raguan atau ketidakpastian dalam pelaksanaannya serta menyesuaikan dengan regulasi yang lebih tinggi yang baru terkait pengelolaan sampah antara lain.
Kedua, terdapat substansi Pasal yang tidak dapat dieksekusi oleh Pemprov Sumbar, yakni terkait dengan ketentuan Pasal 13 ayat (6) perda Nomor 8 Tahun 2018 mengenai ketentuan dalam hal terjadi ingkar janji (wanprestasi) Pemerintah Kabupaten/Kota atas pembayaran kompensasi jasa pelayanan, dimana Pemerintah Daerah dapat menolak dan/atau tidak melayani Sampah yang diangkut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota ke TPA Regional.
“Ketiga, substansi terkait dengan peran serta dan keterlibatan masyarakat belum terakomodir secara maksimal,” ujarnya.
Keempat, adanya Skenario Pengelolaan Sampah sampai dengan tahun 2060 yang sedang disusun oleh Pemerintah Pusat. Yakni mulai tahun 2030 tidak ada lagi pembangunan TPA baru dan TPA existing dilakukan dengan optimalisasi fasilitas pengelolaan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan maggot untuk sampah biomass dan diharapkan tahun 2040 operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu.
Selain itu, beberapa isu terkait pengelolaan persampahan yang berada dalam kewenangan Provinsi Sumatera Barat belum terakomodasi seperti, kerrjasama antar daerah dan kemitraan dalam pengelolaan sampah, pengelolaan sampah spesifik dan kebijakan pencegahan sampah laut yang menjadi kewenangan provinsi dan pe gelolaan sampah menggunakan teknologi di TPA yang menjadi kewenangan provinsi.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut dan untuk menyesuaikan pengaturan tentang pengelolaan sampah dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan menampung semua isu-isu dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangan, maka Pemprov Sumbar merasa perlu menyusun Perda baru yang lebih komprehensif,” katanya.(*)