PADANG – Relawan Ganjar-Mahfud untuk Sumatera Barat (Ragusa) Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) dideklarasikan di sebuah kafe di Painan, Sabtu (28/10).
Kegiatan yang dihadiri Kordinator Ragusa, Muhamad Jamil, puluhan pemuda Pessel dan lainnya itu juga dirangkaikan dengan diskusi yang bertemakan ‘Politik Dinasti: Antara Keserakahan atau Kekuasaan’.
Deklarasi dan diskusi yang dihadiri sekitar 65 orang dari 50 orang yang diundang itu menyepakati generasi muda Pessel sepakat melakukan “Jihad Konstitusi” dengan wadah Relawan Ganjar-Mahfud untuk Sumatera Barat (Ragusa) Kabupaten Pesisir Selatan.
Muhamad Jamil menjelaskan, proses peralihan kekuasan di Indonesia mengulangi sejarah kelam negara-negara monarkhi. “Artinya, sistem demokrasi yang kita banggakan berujung kepada kemunduran hingga mencapai fase sebuah dinasti. Hari ini pengulangan sejarah terulang Ketika menilik sepanjang sejarah politik, kususnya ketika kita mengkaitkan dengan sejarah Islam,” tuturnya.
Meminjam pendapat Prof Harun Nasution katanya, perpecahan dalam tubuh umat Islam merupakan perpecahan yang disebabkan oleh perpedaan pilihan politik. “Ketika kita membaca dalam literatur sejarah Islam, bahwa peralihan kekuasaan dari Mu’awiyah ibn Abu Sufyan kepada Yazid ibn Mu’awiyah menyisakan kesedihan luar biasa atas perilaku dan tindakan Yazid Ibn Mu’awiyah kepada Saidina Husein,” lanjut Pendiri Dangau Gerakan Institute ini.
Dijelaskan, Yazid yang haus akan kekuasaan dan ketakutan akan kehilangan kekuasaan mengerahkan segala kemampuan dan dengan sadis membunuh Saidina Husein, padahal Saidina Husien merupakan cucu dari baginda nabi Muhammad SAW. Peristiwa kebuasan Yazid ibn Mu’awiyah yang bisa melakukan segala cara ini tidak lain dan tidak bukan karena hanya mempertahankan kekuasaan yang sesungguhnya juga menciderai perjanjian yang dibuat oleh Mu’awiyah dengan keturunan Saidina Ali ibn Abu Thalib.
“Kalau boleh kita menafsirkan, bahwa Yazid ibn Mu’awiyah muncul Kembali dalam sosok pemimpin yang terlibat “membunuh rasa keadilan” dengan mempermainkan undang-undang, apalagi lembaga di mana tempat diujinya sebuah undang-undang yang kita sebut dengan Mahkamah Konstitusi (Saidina Husein). Selaku rakyat yang taat dengan konstitusi negara, kita menghormati keputusan MK, karena itu sudah final dan mengikat,” tambah pria dengan gelar akademik doktor tersebut.
Hanya saja, menurut Kordinator Forum Pemuda Sumbar Hitam Putih (FPSHP) itu, kepasrahan dan ketidakberdayaan rakyat yang taat akan konstitusi, harus dilawan dengan cara bersatu bergerak dengan satu tujuan, bahwa perlawanan ini harus ditujukkan kepada oknum-oknum yang dengan terang benderang mendukung “pembunuhan rasa keadilan bagi rakyat Indonesia”. “Rasa ketidakberdayaan kita sekarang ini kita kumpukan untuk melakukan “jihad konstitusi” dengan cara tidak memilih Capres dan Cawapres serta koalisinya,” bebernya Jamil.
Ia menegaskan, pasangan Ganjar-Mahfud (GAMA) merupakan patron ideal dalam rangka mewujudkan konstitusi yang bersih, karena di sana ada Prof Mahfud MD yang pengalamannya teruji di dalam trias politika Indonesia.
Salah seorang peserta diskusi Dodi Farliansyah Putra menanggapi apa yang diutarakan Jamil tersebut . Menurutnya Jokowi, Ketua MK, serta Gibran dengan Partai Koalisi Indonesia Maju merupakan oknum yang bertanggung jawab atas terbunuhnya rasa keadilan yang dialami rakyat Indonesia.
Dia setuju dengan Gerakan “Jihad Konstitusi”. “Alasannya, kita tidak boleh melawan keputusan MK, tetapi kita selaku rakyat yang patuh terhadap konstitusi hanya ini yang bisa kita lakukan,” kata doktor yang akrab dipanggil Bang Brai ini.
Menariknya usai deklarasi, Ragusa Sumbar dan Ragusa Pessel sempat membuat video “Selamat Ulang Tahun Uda Ganjar”. “Satu hal yang membahagiakan, Uda Ganjar lahir 28 Oktober 1968 silam. Ini bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Harapan kami juga Uda Ganjar merupakan sosok pemersatu bangsa dengan menjadikan konstitusi sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanah air, bangsa, dan bahasa kita, Indonesia,” ulas mereka bersama.