Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com
Kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan yang menunjang ketenangan dalam bekerja, semakin tinggi di daerah pedesaan. Semua berkat sosialisasi yang gencar dan berkelanjutan, pada masyarakat pekerja mandiri, sehingga makin tertarik untuk menjadi nasabah BPJS Ketenagakerjaan.
Hal itu diakui Ismaniar, salah seorang warga Api-Api, Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, yang mana kesehariannya selain sebagai ibu rumah tangga juga sebagai pengembala ternak sapi. Awalnya ia mengaku tidak tertarik untuk ikut jadi nasabah, namun setelah melihat ada warga kampung yang mendapatkan santunan uang duka cita, ia pun akhirnya mendaftarkan diri dengan membawa serta suaminya sekalian.
“Saya awalnya curiga iuran-iuran semacam itu semacam penipuan investasi bodong. Soalnya saya sudah kena satu kali dan saya sudah rugi Rp8.000.000. Uang saya tidak kembali, sehingga sangat merugikan saya. Maklumlah kami di kampung, untuk dapat uang itu lumayan sulit,” katanya kepada Topsatu.com, Kamis (24/11/2023).
Ia mengatakan, sejak saat itu, jika ada yang menawarinya investasi-investasi apapun juga, dengan tegas ia tolak mentah-mentah. Termasuk saat petugas BPJS Ketenagakerjaan datang ke rumahnya, ia pun langsung menyalakan lonceng waspada.
“Sebagai tuan rumah yang baik, saya tentunya memberi waktu petugas BPJS Ketenagakerjaan waktu itu, untuk menjelaskan pada saya akan pentingnya perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, untuk pekerja non formal seperti saya,” ungkapnya.
Setelah petugas selesai memberikan penjelasan, ia pun menjawab pikir-pikir dulu. Meski biayanya waktu itu ditawarkan paling murah Rp16.800 per orang, ia pun masih menjawab akan mempertimbangkannya.
“Walau hanya Rp16.800 per bulan untuk satu orang, bagi rakyat kecil seperti saya uang sejumlah itu jelas banyak. Apalagi jika dikalikan setahun, lumayan bisa beli baju lebaran yang dibeli sekali setahun bukan? Makanya saya sangat sayang mengeluarkannya, jika belum melihat bukti nyata dari informasi yang diberikan petugas pada saya,” tuturnya.
Hingga satu hari, ia mendengar pengumuman dari pengeras suara masjid, istri dari salah seorang nelayan di kampung meninggal dunia. Seperti kebiasaan warga kampung, merekapun datang melayat sebagai ungkapan ikut berduka cita.
“Beberapa hari kemudian saya dengar kabar, suaminya itu menerima santunan uang duka dari BPJS Ketenagakerjaan yang jumlahnya puluhan juta. Setelah mendengar sendiri dari yang bersangkutan, barulah saya percaya,” ucapnya.
Ia kemudian memanggil petugas BPJS Ketenagakerjaan yang waktu itu datang memungut uang iuran bulanan pada para peserta. Tanpa pikir panjang, ia pun mendaftarkan dirinya sendiri dan juga suaminya yang merupakan seorang nelayan serabutan.
“Suami saya juga termasuk pekerja rentan, makanya saya tanpa ragu mengikutsertakannya. Kalau anak-anak mereka sudah pada bekerja di Batam, tentunya sudah ditanggung oleh perusahaan tempatnya bekerja,” terangnya.
Sejak mendaftarkan diri menjadi peserta, ia merasa sedikit tenang. Setidaknya jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi suatu saat nanti, setidaknya ia sudah meninggalkan satu hal yang berharga, sehingga tidak akan merepotkan orang yang ditinggalkan.
Perlu Disadarkan
Tak hanya Ismaniar yang berhasil disadarkan akan pentingnya Jaminan Sosial Ketenagakerjaan oleh petugas lapangan, beberapa warga lainnya juga berhasil dirangkul menjadi nasabah baru. Benar kata orang bijak, jika satu pekerjaan dialasi kejujuran, maka efeknya akan menjadi luar biasa.
Apalagi hingga saat ini masyarakat yang sudah dilindungi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan masih sedikit. Dikutip dari satudata.kemnaker.go.id, sampai dengan September 2023, jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan tercatat sebanyak 59,68 juta orang yang terdiri dari sekitar 67,43 persen peserta aktif dan sekitar 32,57 persen peserta non aktif.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin seperti dikutip dari kompas.id, meminta seluruh pihak mendukung perluasan cakupan kepesertaan dan manfaat program jaminan sosial ketenagakerjaan. Menurutnya, saat ini program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk peserta kategori pekerja informal, masih di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.
Menurut Wapres Amin, tingkat kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan untuk kategori perempuan dan penyandang disabilitas juga masih sangat rendah. ”Ke depan, saya minta program jaminan sosial ketenagakerjaan didorong agar lebih responsif dan inklusif,” ujar Wapres Amin dalam acara Paritrana Award di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (20/10/2023).
Sementara Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Anggoro Eko Cahyo melaporkan, BPJS Ketenagakerjaan telah melindungi 40,2 juta pekerja dengan total dana kelolaan mencapai Rp688 triliun. Sebanyak 7,1 juta di antara pekerja yang telah dilindungi ini adalah pekerja bukan penerima upah atau pekerja informal.
RPJMN 2020-2024 menargetkan perlindungan terhadap 9 juta pekerja informal. ”Hari ini 7,1 juta dan kalau kita melihat sisa waktu dua bulan lagi, kita optimis bisa mencapai 9 juta di tahun 2023. Tahun 2024, tentu ada target berikutnya,” ujar Anggoro ketika memberikan keterangan pers usai acara pemberian penghargaan Paritrana Award.
Untuk mencapai target perlindungan terhadap pekerja informal ini, BPJS Ketenagakerjaan menghadapi tantangan terutama karena tingkat literasi pekerja informal yang masih rendah. ”Mereka itu pekerja informal tidak ada perusahaan yang tempat mereka bekerja, tidak ada yang memandantorikan. Maka, mereka tergantung kesadaran,” kata Anggoro.
Pada tahun ini, BPJS Ketenagakerjaan juga telah membayarkan manfaat sebesar Rp40 triliun kepada 3,4 juta pekerja/ahli waris, serta memberikan beasiswa pendidikan sebesar Rp279 miliar kepada 65.000 anak pekerja.
BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk mencapai Universal Coverage Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di tahun 2026, dengan target perlindungan 70 juta pekerja aktif, dan target kelolaan dana sebesar Rp1.001 triliun.
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan memfokuskan strategi perluasan kepesertaan pada ekosistem desa, ekosistem pasar, UKM, dan e-dagang serta pekerja rentan. Hal ini sejalan dengan arah kebijakan pemerintah yang tertuang pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, serta Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Menurut Anggoro, dampak dari Instruksi Presiden ini sangat luar biasa. Di tahun 2022, angka kepesertaan mencapai pertumbuhan tertinggi sepanjang sejarah BPJS Ketenagakerjaan, yaitu peningkatan 5,2 juta tenaga kerja aktif. Di sisi lain, tercatat 4,3 juta pekerja non-ASN dan 1,8 juta pekerja rentan telah terlindungi program BPJS Ketenagakerjaan atas komitmen bersama dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan para pelaku usaha.
Wapres Amin juga mendorong kementerian/lembaga dan pemda untuk segera melakukan langkah strategis untuk meningkatkan cakupan jaminan sosial ketenagakerjaan.
Langkah strategis tersebut mencakup sosialisasi dan edukasi berkelanjutan, optimalisasi layanan dan manfaat, serta rumusan kebijakan dan penganggaran yang tepat.
BPJS Ketenagakerjaan diminta untuk tidak hanya memberikan pelayanan terbaik kepada peserta, tetapi juga mengelola dana jaminan sosial dengan prinsip kehati-hatian. Kehadiran program ini dinilai sangat fundamental untuk mencegah dan mengatasi risiko sosial dan ekonomi yang dihadapi pekerja, terutama pekerja rentan dan keluarganya.
Pekerja rentan yang bekerja di sektor informal berada dalam kondisi kerja berisiko tinggi, berpenghasilan rendah, dan rentan terhadap guncangan ekonomi. Oleh karena itu, keluarga pekerja rentan juga menghadapi kemungkinan lebih besar untuk menjadi miskin ketika pencari nafkah utama mengalami kecelakaan kerja atau meninggal.
Menurut Wapres, perluasan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan harus didorong agar mencakup masyarakat miskin ekstrem. Pemerintah telah menargetkan tingkat kemiskinan ekstrem sebesar nol persen pada 2024.
Wapres mengapresiasi pemerintah daerah yang telah mengalokasikan anggaran untuk melindungi sekitar 1,8 juta pekerja rentan dan miskin di wilayahnya dari berbagai risiko kerja.
Wapres Amin juga berharap penghargaan Paritrana Award semakin memotivasi seluruh elemen untuk memperluas kebermanfaatan jaminan sosial ketenagakerjaan. ”Sekaligus menjadi sarana lahirnya terobosan untuk melindungi pekerja rentan seluas-luasnya, termasuk pekerja perempuan dan penyandang disabilitas,” ujarnya.
Penghargaan diberikan kepada pemerintah daerah dan pelaku usaha yang berhasil mengimplementasikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi seluruh pekerja, mulai dari pekerja sektor formal, informal, termasuk pekerja rentan. Wapres juga menyerahkan kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan kepada perwakilan pekerja rentan seperti petani, nelayan, pekerja lintas agama, tukang ojek, dan pedagang.
Sementara Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Kurniasih Mufidayati, seperti dikutip dari dpr.go.id mengatakan, banyaknya pekerja informal juga harus diikuti dengan hadirnya perlindungan ketenagakerjaan.
Pekerja Informal di Indonesia terbukti mendominasi jumlah sektor tenaga kerja secara keseluruhan. Data BPS per Februari 2023 pekerja informal sudah mendominasi sebanyak 83,34 juta orang atau setara 60,12% dari total pekerja. Sedangkan untuk pekerja sektor formal sebanyak 55,29 juta orang.
Kurniasih mendorong hadirnya program Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Ketenagakerjaan sebagaimana yang sudah berjalan di BPJS Kesehatan. Sebab mayoritas pekerja informal tidak mendapat jaminan keberlangsungan upah dari pekerjaan yang dilakukan.
“Jika tenaga kerja kita sudah didominasi pekerja informal maka perlindungan bagi mereka wajib hukumnya. Saya mengusulkan dan mendorong hadirnya PBI BPJS Ketenagakerjaan agar para pekerja informal ini terlindungi dan memiliki tabungan masa depan,” sebut Kurniasih dalam keterangan tertulis, Rabu (30/8/2023).
Politisi dari F-PKS ini menyebutkan, pekerja informal seringkali bekerja tanpa perlindungan sosial yang memadai, seperti jaminan kecelakaan kerja dan jaminan hari tua. BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan perlindungan ini, sehingga pekerja informal memiliki jaminan jika mengalami kecelakaan atau saat memasuki masa pensiun.
Inklusivitas Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Saran dan himbauan Wapres dan politisi PKS ini, tentunya sangat bagus karena bisa menjadikan layanan BPJS Ketenagakerjaan lebih inklusif. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), inklusif artinya termasuk dan terhitung.
Istilah inklusif sendiri berasal dari bahasa Inggris, yakni inclusion yang berarti sebuah tindakan mengajak atau mengikutsertakan. Sementara arti inklusif adalah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan lingkungan yang lebih terbuka.
Menurut buku Pengembangan Kurikulum dan Implementasi Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar yang disusun Dinar Westri Andini dkk, inklusif bertujuan untuk mengajak dan ikut serta semua orang yang memiliki latar belakang berbeda.
Sikap inklusif bermanfaat untuk menerapkan dan memahami masalah. Sikap inklusif juga membantu menjaga hubungan antar manusia.
Oleh karena itu, sikap inklusif perlu diterapkan dalam masyarakat untuk memahami perbedaan etnis, budaya, latar belakang, status, hingga karakteristik.
Sementara inklusifitas dalam jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan adalah prinsip yang sangat ditegakkan dengan tegas. Semua pekerja, tanpa terkecuali, dan memiliki perlindungan jaminan sosial yang adil dan setara.
BPJS Ketenagakerjaan memiliki peran penting dalam memastikan bahwa akses dan manfaat jaminan sosial, menjadi hak universal yang dijamin untuk menciptakan masyarakat yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. (kumparan.com).
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, saat menjadi pembicara kunci secara daring pada Webinar Stadium Generale Nasional Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, “Sense and Sustainability Jaminan Sosial Ketenagakerjaan for the Future“ yang diselenggarakan oleh BPJamsostek, pada Kamis (10/11/2022) mengatakan, Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) adalah program yang memberikan perlindungan kepada masyarakat pekerja atas berbagai macam risiko yang mungkin terjadi, seperti kecelakaan kerja, meninggal dunia, persiapan memasuki hari tua dan pensiun.
“Jamsostek pun juga berupaya menjamin jika terjadi risiko kehilangan pekerjaan yang dikarenakan pemutusan hubungankerja. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat mencegah masyarakat pekerja dan keluarganya jatuh menjadi keluarga miskin baru, ketika para pekerja mengalami guncangan ekonomi akibat kecelakaan kerja ataupun krisis ekonomi, termasuk PHK, maka bantalan utama yang bisa menjadi taruhan bagi keberlangsungan kehidupan layak mereka adalah Jamsostek ini,” jelas Menko PMK.
Menurut Menko PMK, BPJamsostek selaku penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di masa depan harus menjadi lebih universal dan inklusif. Dia mengatakan, pemberian perlindungan pekerja harus diberikan sejak usia produktif bekerja dan mudah diakses bagi seluruh pekerja Indonesia, terlepas apakah mereka bekerja di sektor formal maupun informal.
Ditambahkannya, program-program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan harus dirancang sedemikian rupa untuk adaptif terhadap perubahan kondisi ekonomi global, yang mempengaruhi ekosistem industri dan ketidakpastian pasar dan secara langsung berpengaruh kepada keberlangsungan hubungan kerja.
“Indonesia akan memerlukan serangkaian program dan sistem Jaminan Sosial Ketenagakerjaan modern yang siap menyongsong masa depan, dan mampu beradaptasi dan beroperasi dalam konteks perubahan yang berkelanjutan,” jelas Menko PMK.
Mengambil hikmah dampak pandemi Covid-19 yang mengancam jiwa pekerja dan menghantam ekonomi pekerja, Menko PMK menyebut, peran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan terbukti memberikan perlindungan kepada pekerja dengan nilai manfaat yang diterima dapat digunakan untuk melanjutkan kehidupan pekerja ataupun keluarganya.
“Oleh karena itu BPJS Ketenagakerjaan harus terus memperluas cakupan kepesertaan untuk pekerja Indonesia, meningkatkan kecepatan dan akses pelayanan serta terus berinovasi untuk memberikan perlindungan yang maksimal sehingga meningkatkan kesiapan pekerja untuk menghadapi pasar kerja di masa depan serta mengangkat keluarga dari perangkap kemiskinan,” ujar Menko Muhadjir.
Dengan adanya inklusivitas Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, maka di masa datang tidak akan ditemui lagi warga yang langsung jatuh miskin, begitu tulang punggung keluarganya terkena musibah ataupun pergi untuk selama-lamanya. Mereka bisa memulai hari baru dengan membuat usaha, bermodalkan hak santunan yang mereka terima dari BPJS Ketenagakerjaan.
Inklusivitas Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tentu bisa menambah kekuatan Indonesia, untuk lebih maju lagi di masa datang. Maka layaklah disebut inklusivitas Jaminan Sosial Ketenagakerjaan untuk Indonesia Maju. (*)