Seorang ustad berkaki satu memberi ceramah Ramadhan di mushalla komplek tempat saya tinggal. Ia seorang pengidap gula darah dan akhirnya kakinya kaki kirinya di amputasi. Gula darahnya 700.
Di mimbar ia kisahkan bagaimana proses penyakit itu menggerogoti dirinya. Ia minta pengalamannya itu jadi pelajaran bagi jemaah. Bagian tubuhnya diambil dan dibuang, ia berusaha untuk tidak down, tidak remuk. Katanya berdiam di rumah saja tidak baik baginya. Maka malam kelima Ramadhan ia tampil berceramah di tempat saya. Tampak wajahnya mulai membaik dan cerah. Ustad ini berusaha sekuatnya beradaptasi dengan kehidupan barunya dan ia sepertinya bisa.
Penulis juga kena gula darah. Dan merasa beruntung karena menemukan dokter yang tepat. Kata dokter kepada penulis, gula darah adalah penyakit akibat pola makan. Rasa lapar yang sebenarnya tidak lapar terus-menerus dipenuhi. Dokter berkata, cara terbaik mengobati diabet adalah dengan pola makan, diet. Saya ikuti anjuran itu dengan ketat. Sarapan pukul 6 pagi sd jam 7. Kudapan pukul 09.00, makan siang pukul 12. Lalu kudapan lagi pukul 15.00, disusul makan malam pukul 18.00. Nah ini yang penting, kudapan lagi pukul 21.00 malam. Banyak yang menghidari makan apapun malam, dokter saya tertawa. Dokter spesialis diabet ini menyatakan, memakan sesuatu yang ringan pukul 21.00 malam itu penting, sebab tubuh kita bukan robot. Saya taati jam- jam itu.
Gula darah saya terus-menerus membaik dan sekarang kisaran 100 minus dan plus. Tak lebih dari itu. Sudah kira-kira setahun. Padahal sebelumnya 250.
Saya tak tahu kenapa ustad berkaki satu ini, bisa sedemikian parah. Tapi semua sudah terjadi, ia terus memberikan pengajiannya. Jemaah mendengar dengan seksama. Materinya tentang iman dan seterusnya. Saya sesekali memandang kaki kiri ustad itu, ia kuat bisa beradaptasi dengan kehidupan barunya, satu kaki.
Ia menjalani ujian hidup dengan kuat. Katanya, ketika kakinya akan dipotong, ia dibimbing isterinya membaca doa-doa yang pernah dilapazkan para nabi. Ia sudah dioperasi 7 kali, sudah pernah pula sekarat. Kepadanya, kawan-kawannya berkata, “angok balabiah.” Namun, ia yakin, Allah sayang padanya. Jemaah tercenung dalam diam mendengar pengakuan ustad ini. Dan semua jemaah mushalla kami ini, tak kurang satu apapun. Lengkap.
Inilah untuk pertama kali saya melihat ustad berkaki satu yang senantiasa terus tampil di mimbar. Is minta doa jemaah agar lekas keluar dari masa penyembuhan. Salut saya pada ulama muda ini. ***