Oleh : Yesi Sumarni
Public Relation (PR) atau sering dikenal dengan hubungan masyarakat (humas) merupakan sebuah ilmu yang diterapkan pada berbagai lembaga, termasuk pada pemerintahan. Public Relation menjadi jembatan antara pemerintah dengan publik (masyarakat) di mana pelayanan yang disajikan oleh seorang Humas atau PR akan menjadi tolak ukur penilaian publik terhadap keberhasilan pemerintahan tersebut.
Frank Jefknis berpendapat bahwa public relations merupakan keseluruhan bentuk komunikasi yang terencana, baik itu keluar maupun ke dalam, yaitu antara organisasi dengan publiknya dalam mencapai tujuan yang spesifik atas dasar adanya saling pengertian. Sedangkan menurut Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, public relations merupakan fungsi dari manajemen yang membentuk dan memelihara hubungan menguntungkan organisasi dan masyarakat, yang menjadi sandaran dari adanya keberhasilan atau kegagalannya.
Pada dunia pemerintahan, selain menginformasikan dan mendengarkan, seorang praktisi PR juga harus memiliki kemampuan dalam mengorganisir, mengelola dan menganalisis sebuah perencanaan maupun isu yang sedang berkembang di tengah masyarakat sehingga nanti ada feedback yang dihasilkan. Apalagi, dalam dunia pemerintahan, feedback dari masyarakat dinilai sebagai sesuatu yang sangat penting. Hal ini dinamakan sebagai managementskill Public Relations.
Managementskill atau keterampilan manajemen yang dimiliki oleh seorang Public Relation berpotensi terjadinya komunikasi dua arah di mana disini seorang PR bukan hanya bertugas memberikan informasi kepada masyarakat, tapi juga menerima dan merespons setiap pertanyaan maupun keluhan dari masyarakat. Dalam hal ini, juga termasuk hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan terbaik dari pemerintah.
Selain itu, pada saat terjadinya sebuah krisis isu, maka managemet skill seorang PR sangat dibutuhkan, mulai dari memetakan isu hingga memitigasi isu tersebut. Dalam hal ini, seorang PR dituntut untuk bisa menginformasikan isu secara transparan kepada publik, memberikan pelayanan bagi publik yang ingin mengetahui lebih lanjut mengenai isu yang sedang beredar serta mengedukasi dengan cara yang lebih interaktif mengenai dampak yang akan ditimbulkan untuk mengurangi kecemasan publik terhadap isu tersebut.
Sebagai contoh, sebuah negara yang dilanda wabah penyakit mematikan. Hal ini pasti menimbulkan kecemasan rakyat di negara tersebut. Pada saat keadaan ini, seorang PR tidak hanya dituntut mampu mengkomunikasi atau menginformasikan mengenai dampak atau kemungkinan terburuk mengenai wabah yang sedang melanda seperti menampilkan jumlah kematian yang disebabkan oleh wabah, akan tetapi juga harus mampu dalam berpikir (The Way of Thinking) tentang bagaimana mengedukasi agar masyarakat bersikap tenang, menjalankan pola hidup tertentu dalam menghadapi wabah, apa saja obat-obatan yang dibutuhkan, bagaimana bekerja tetap optimal dan menyediakan wadah (media) untuk masyarakat memberikan pertanyaan maupun tanggapan terhadap ke kekhwatiran yang sedang dipikirkan serta hal-hal lain yang membawa ke arah yang positif.
Dari contoh di atas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa seorang PR profesional tidak hanya dituntut untuk memiliki kemampuan dalam berbicara dan menulis saja, akan tetapi juga harus memiliki management skill. Baik itu dalam berkomunikasi, menulis maupun menganalisa dan menginvestigasikan sebuah isi atau krisis yang sedang terjadi dengan cara menjelaskan, memahami kecemasan, memberikan edukasi serta memberikan kesempatan terhadap publik untuk menyampaikan apa yang dirasakan. Penyampaian publik tersebut menjadi bahan analisa bagi seorang humas untuk meningkatkan kewaspadaan ke depannya.
Management skill yang dimiliki oleh seorang humas (PR) menjadi wajah keberhasilan pemerintahan dalam memberikan pelayanan terbaik kepada publik. Secara tidak langsung, hal itu akan membangun image atau citra positif dari masyarakat terhadap suatu pemerintahan yang sedang berlangsung. (Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)