Opini  

Meredam Krisis dengan Komunikasi

Yandra Mulyadi. (ist)

Krisis tidak dapat diprediksi kapan terjadinya karena bisa datang tiba-tiba pada setiap organisasi atau perusahaan. Menurut Griffin dalam bukunya “Gaining Control of Issues, Crises & Corporate Social Responsibility” (2008), krisis merupakan suatu peristiwa yang tiba-tiba dan tak terduga yang memiliki potensi untuk mengganggu kelangsungan hidup organisasi serta kemampuannya untuk mencapai tujuan. Krisis dapat mempengaruhi citra dan reputasi dari organisasi atau perusahaan tersebut. Krisis bagaikan api liar yang tak terkendali, siap melahap semua yang ada di jalurnya, tanpa pandang bulu, tanpa peduli besar atau kecilnya suatu organisasi. Di tengah badai krisis yang menerjang, PR bagaikan pahlawan penjaga reputasi, siap memadamkan api ketakutan dan membangun kembali kepercayaan. Praktisi PR harus sigap dan cekatan, bagaikan pemadam kebakaran handal yang tak kenal lelah melawan kobaran api krisis.

Krisis bagaikan monster tak kasat mata, mengintai setiap organisasi, siap meluluhlantakkan citra dan reputasi yang telah susah payah dibangun. Oleh karena itu, PR membutuhkan manajemen krisis yang kuat serta strategi jitu untuk menaklukkannya.

Organisasi bagaikan sebuah kesatuan tempur yang solid. Di medan pertempuran, kekuatan penuh harus dimobilisasi untuk meraih kemenangan. Setiap divisi, bagaikan prajurit terlatih, harus bersatu padu dan memahami kebutuhan spesifiknya. Kekuatan setiap divisi harus dimaksimalkan dengan efisien dan efektif, bagaikan strategi jitu yang mengantarkan kemenangan.

Kemampuan komunikasi PR bagaikan komandan perang yang mengarahkan pasukan. Di tengah krisis komunikasi, bagaikan situasi pertempuran sengit, peran PR menjadi semakin vital bagi kelangsungan hidup organisasi. Ketika krisis komunikasi terjadi, PR harus sigap mengambil alih komando, memimpin tim dalam merumuskan strategi komunikasi yang tepat.

Ingatlah, krisis bukan akhir dari segalanya. Dengan komunikasi tepat, manajemen yang matang dan strategi PR yang jitu, organisasi dapat meminimalkan dampak negatif krisis dan bahkan menjadikannya peluang untuk membangun reputasi yang lebih kuat dan tangguh.

Krisis komunikasi bagaikan bom waktu yang siap meledak. Penyebabnya beragam, dan salah satu yang paling berbahaya adalah kegagalan dalam berkomunikasi, seperti yang ditegaskan oleh Griffin. Bom ini dapat meledak kapan saja, menimbulkan kerusakan reputasi dan citra organisasi yang sulit diperbaiki. Kegagalan dalam berkomunikasi dapat terjadi ketika organisasi gagal memberikan informasi yang akurat, karena ketika menyampaikan informasi yang salah atau menyesatkan kepada publik dapat menimbulkan kebingungan, kekecewaan, dan bahkan menimbulkan kemarahan publik dan perlu transparan dalam menyampaikan informasi agar tidak menimbulkan persepsi yang buruk mata publik.

Menurut Griffin, dampak krisis komunikasi sangatlah besar bagi organisasi, salah satunya adalah Rusaknya Reputasi, Krisis komunikasi dapat mencoreng nama baik organisasi yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun. Publik akan meragukan kredibilitas dan integritas organisasi. sehingga, hilangnya kepercayaan dari pemangku kepentingan. sementara menurut Millar dan Heath (2004) bahwa dalam situasi krisis berita bisa menyebar begitu cepat yang berpotensi melumpuhkan jajaran manajemen sebelum mereka bisa mengontrol situasi dengan efektif.

Krisis komunikasi merupakan salah satu manifestasi dari krisis manajemen. Kegagalan dalam mengelola krisis komunikasi secara efektif dapat memperparah krisis manajemen yang sudah ada. Oleh karena itu, organisasi perlu pengelolaan krisis komunikasi dengan baik. Langkah-langkah pengelolaan krisis menurut Griffin yaitu : 1) membentuk tim krisis, harus terdiri dari anggota yang berpengalaman dalam komunikasi, manajemen krisis, dan hukum dengan tujuan dapat membantu organisasi untuk cepat dan tepat dalam pengambilan keputusan ketika situasi krisis. 2) menentukan juru bicara (jubir), Memilih juru bicara yang tepat merupakan langkah penting dalam menangani krisis. Juru bicara yang baik haruslah individu yang kredibel, komunikatif, dan mampu mewakili organisasi dengan baik. 3) Mengembangkan rencana komunikasi, dengan membuat rencana komunikasi yang komprehensif merupakan langkah penting dalam menangani krisis. Rencana ini harus mencakup strategi untuk memberikan informasi yang akurat, tepat waktu, dan transparan kepada pemangku kepentingan. 4) Memantau media dan media sosial, Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menanggapi informasi yang salah atau menyesatkan (misinformasi) yang dapat beredar dengan cepat dan mudah di era digital ini. 5) memperbaiki hubungan, setelah terjadinya krisis maka organisasi perlu memperbaiki hubungan dengan pemangku kepentingan yang terdampak krisis.

Dalam menghadapi krisis, PR harus mempunyai skill komunikasi yang baik agar krisis yang melanda dapat teratasi dengan baik. Dengan cara (1) Mengakui kesalahan yang sudah dibuat, (2) Menekankan kinerja positif dari organisasi, (3) menunjuk seorang juru bicara, (4) Mengubah krisis jadi peluang.

Sebelum terjadinya krisis komunikasi, PR harus pandai mencegah terjadinya krisis komunikasi tersebut, ibarat pepatah “lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Krisis tersebut bisa dicegah menurut Griffin dengan beberapa langkah-langkah seperti: 1) Membangun komunikasi yang efektif, ketika komunikasi sudah terbangun dengan baik, maka tujuan dari organisasi dapat tercapai dengan baik juga dan krisis dapat terhindarkan, karena komunikasi yang efektif merupakan fondasi penting bagi kesuksesan organisasi dalam berbagai aspek. 2) Menerapkan kebijakan komunikasi yang jelas, memiliki kebijakan komunikasi yang jelas dan komprehensif merupakan langkah penting bagi organisasi untuk mempersiapkan diri, menangani, dan mencegah serta memulihkan ketika terjadinya krisis. Kebijakan ini harus mencakup prosedur yang jelas untuk mengelola komunikasi selama terjadinya krisis. 3) Melatih karyawan dalam komunikasi krisis, Melatih karyawan dalam keterampilan komunikasi krisis merupakan langkah penting dalam mempersiapkan organisasi untuk menghadapi situasi yang tidak terduga, sehingga dengan bekal kemampuan tersebut dapat merespon krisis secara efektif. 4) Memantau risiko komunikasi, memantau risiko komunikasi dan mengembangkan rencana untuk memitigasinya adalah langkah penting dalam mengelola reputasi organisasi dan membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan.

Konsep krisis komunikasi sebagai bagian integral dari manajemen krisis secara keseluruhan. maka dari itu, setiap organisasi perlu adanya manajemen krisis yang tepat dalam menangani krisis. Dalam manajemen krisis ada empat tahap yang dikemukakan oleh Griffin. 1) Tahap Pencegahan, Tahap pencegahan dalam manajemen krisis merupakan langkah awal yang krusial untuk membangun fondasi ketahanan organisasi dalam menghadapi situasi yang tidak terduga. Tahap ini fokus pada identifikasi dan penilaian risiko potensial krisis, serta pengembangan rencana untuk mencegah krisis terjadi. 2) Tahap Persiapan, Tahap persiapan dalam manajemen krisis merupakan langkah penting untuk memperkuat kemampuan organisasi dalam menghadapi dan mengelola krisis. Tahap ini berfokus pada pengembangan rencana tanggap krisis yang komprehensif, termasuk pelatihan tim krisis dan membangun komunikasi yang efektif. 3) Tahap Tanggapan, Tahap tanggapan dalam manajemen krisis merupakan fase kritis di mana organisasi melaksanakan rencana tanggap krisis yang telah disiapkan untuk mengelola krisis secara efektif dan meminimalkan dampak negatifnya. 4) Tahap Pemulihan, merupakan langkah penting untuk membantu organisasi bangkit kembali dari krisis, memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan, dan meningkatkan ketahanan organisasi terhadap krisis di masa depan.

Selain memperbaiki krisis komunikasi dan krisis manajemen, maka setiap organisasi perlu mempunyai strategi khusus dalam menangani krisis. Menurut Emeraldi Chatra dan Rulli Nasrullah (2008) ada 3 strategi khusus yang dapat dipilih ketika PR menghadapi krisis. (1) Strategi Defensif atau Defensive Strategy yaitu strategi bertahan dapat menjadi pilihan tepat, terutama jika organisasi yakin tidak melakukan kesalahan prosedural maupun legal. (2) Strategi Adaptif atau Adaptive Strategy yaitu penyesuaian diri cocok untuk organisasi yang mengalami krisis karena kesalahan dan kelalaian organisasi. Kesalahan itu menyebabkan organisasi tidak mungkin bersikap defensif la harus berani mengakui keteledoran dan mengambil risiko dengan melakukan perubahan. (3) Strategi Dinamis atau Dynamic Strategy, Memilih strategi yang tepat untuk menghadapi krisis merupakan langkah krusial bagi organisasi. Strategi dinamis, dengan fleksibilitas dan potensinya untuk menghasilkan solusi inovatif, memang menarik. Strategi dinamis memerlukan banyak unsur-unsur strategis, karena hal itu dianggap sebagai strategi yang mahal. Setiap Organisasi perlu menilai secara akurat tingkat krisis yang sedang dialami sebelum memilih strategi ini agar tidak terjadinya pemborosan. (Penulis adalah Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Andalas Padang)