Padang – Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dan telah menjadi salah satu permasalahan kesehatan ibu dan anak yang masih menjadi prioritas di Indonesia. Tingginya angka kesakitan dan kematian, terutama terjadi pada kelompok ibu hamil, bayi, dan balita.
AKI dan AKB menjadi salah satu indikator derajat kesehatan suatu bangsa. Salah satu penyebab tingginya AKI adalah 4 (empat) terlalu, yakni terlalu muda, terlalu banyak, terlalu dekat dan terlalu tua. Empat terlalu akan sangat berisiko pada kematian atau dapat berdampak buruk pada bayi yang dikandungnya.
“Dampak buruk yang dapat terjadi salah satunya adalah stunting,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Sumatera Barat (Sumbar), Fatmawati, saat memberikan kata sambutan dalam acara workshop penguatan kebijakan dan strategi KB Pasca Persalinan (KBPP) di Santika Premier Hotel Padang, Senin (5/8).
Ia mengatakan, KBPP merupakan salah satu strategi dalam menurunkan AKI di Indonesia. Metode tersebut langsung digunakan sesaat setelah ibu bersalin atau keguguran, sehingga menjadi salah satu upaya untuk menyikapi missed opportunity dalam pelayanan KB.
Penggunaan KB pasca persalinanan dapat mencegah kehamilan dengan “4 terlalu”, sehingga dapat menurunkan risiko kecenderungan terjadinya komplikasi dan risiko yang akhirnya dapat meningkatkan kematian ibu, bayi dan stunting. Perencanaan dan pengaturan jarak kehamilan sangat penting, dengan demikian akan memberikan dampak antara lain menurunkan angka kesakitan pada ibu dan juga anak yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
“Metode tersebut langsung digunakan sesaat setelah ibu bersalin atau keguguran, sehingga menjadi salah satu upaya untuk menyikapi missed opportunity dalam pelayanan KB,” tambahnya.
Penggunaan KB pasca persalinan dapat mencegah kehamilan dengan “4 terlalu”, sehingga dapat menurunkan risiko kecenderungan terjadinya komplikasi dan risiko yang akhirnya dapat meningkatkan kematian ibu, bayi dan stunting. Perencanaan dan pengaturan jarak kehamilan sangat penting, dengan demikian akan memberikan dampak antara lain menurunkan angka kesakitan pada ibu dan juga anak yang terkait dengan kesehatan reproduksi.
“Berdasarkan laporan hasil pelayanan kontrasepsi tahun 2020, menunjukkan cakupan pelayanan KBPP masih sangat rendah yaitu hanya sebesar 29,96% persen dari total persalinan, pada tahun 2021 mencapai 30,23% dari total persalinan dan pada tahun 2022 sangat rendah yaitu sebesar 18,44%. Capaian tersebut masih jauh dari target KBPP sebagaimana tercantum dalam Peraturan BKKBN No. 18 Tahun 2020 yaitu sebesar 70% pada tahun 2024,” ungkapnya.
Sesuai Peraturan Kepala BKKBN No. 18 Tahun 2023 telah menetapkan target Pelayanan KBPP Tahun 2024 sebesar 70%, sedangkan cakupan Pelayanan KBPP Tahun 2023 hanya mencapai 48,6% dari target 60%. Berkenaan dengan pengalaman capaian KBPP Tahun 2023 yang masih rendah dan untuk menyiapkan strategi agar dapat meningkatkan capaian target KBPP Tahun 2024 (70%).
Adapun Persentase capaian KBPP di Sumbar 2023 yaitu 46,90%. Sedangkan di 2024 sampai dengan Juni baru tercapai 33,07%. Angka tersebut masih dibawah target Persentase KBPP (Siga Yan KB) nasional.
Sementara Panitia Pelaksana tim kerja KBKR perwakilan BKKBN Sumbar, Karnova Hendri, mengatakan acara ini bertujuan membangun peran aktif K/L terkait dan Pemerintah Daerah dalam mendukung peningkatan pelayanan KBPP.
“Membangun komitmen pemerintah daerah dalam mengawal pencapaian target peningkatan KBPP, dan merumuskan rencana aksi KBPP berupa Surat Edaran Gubernur Sumbar, sebagai bentuk implementasi pelayanan KBPP di Fasyankes di setiap Kab/Kota,” katanya.
Acara diikuti 57 peserta, terdiri dari Dinas Kesehatan, OPD KB, dan PC IBI Kab/ Kota dan 14 Orang dari ASN BKKBN Perwakilan Sumbar serta DP3AP2KB Sumbar. (hendri)