Dharmasraya – Iuran uang komite yang berasal dari peserta didik di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas ( SLTA) sederajat jadi topik diskusi di Group Whatshapp Membangun Dharmasraya. Diskusi ini dipicu lantaran diduga uang komite yang dimaksud banyak disalahgunakan oleh pihak sekolah.
Ketua DPW BPI KPNPA RI Sumbar Marlis, mengatakan, persoalan yang paling krusial atas isu uang komite sekolah ini bukan hanya cara Pemungutannya yang melanggar Permendikbud No. 75 th 2016, tapi berdasarkan Penelitian BPI Sumbar justru penggunaan dana komite tersebut yang sangat memiriskan. Menurutnya, dibanyak sekolah jamak ditemui untuk pembayaran honor kepsek, wakasek, serta pembelian barang- barang kebutuhan sekolah yang di mark up dengan harga yang tida wajar. Komite sekolah seakan- akan hanya menjadi tameng dan tukang stempel saja.
Ada lagi temuan BPI yang menyedihkan. Ketika orang tua murid tidak mampu membayar uang komite atau terlambat membayar, pihak sekolah (wali kelas ) dengan entengnya mengeluarkan kata- kata, kalau tidak mampu silakan urus surat keterangan miskin ke kantor walinagari. Atau kalau uang komite belum lunas, maka murid tidak boleh ikut ujian
“Kata- kata tersebut merupakan pisau tajam yang menghujam ke sanubari murid dan orang tua dan sekaligus menjadi indikasi bullying terhadap mental anak- anak murid, sehingga anak anak menjadi minder dan merasa terasing dari rekan rekan sejawatnya,” tegas Marlis, Sabtu (28/9/2024).
Pemerhati pendidikan, Andisa Putra menambahkan, benar apalagi mengikuti kegiatan- kegiatan yang sifatnya serimonial yang menguras biaya. Ekstra kustikuler itu pendidikan penting juga bagi anak, cuma sekolah jangan menjadikan uang komite syarat mengikuti ujian.
“Ini baru kejahatan pendidikan. Tidak lunas uang komite tak boleh ikut ujian, ini yang masalah,” pungkasnya. (roni)