PEKANBARU – Warga Desa Senama Nenek, pemilik 2.800 hektar kebun sawit, mendesak PTPN V agar tidak memperpanjang kontrak kerja sama dengan Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) yang akan berakhir pada Desember 2024.
Mereka menuntut agar PTPN V segera mengakhiri kerja sama tersebut atau menghadapi konsekuensi hukum.
Suroto, perwakilan warga dari Tim Tapak Riau, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/10/2024), menegaskan bahwa jika tuntutan ini diabaikan, warga siap melaporkan PTPN V ke Mabes Polri atau Polda Riau atas dugaan tindak pidana penadahan sesuai Pasal 480 KUHP.
“Kami akan menggelar aksi besar-besaran pada Desember 2024 jika kontrak ini diperpanjang,” ungkap Suroto.
Warga menolak tegas perpanjangan kontrak antara KNES dan PTPN V yang selama ini mengelola kebun mereka tanpa persetujuan.
Selain itu, mereka juga berencana menduduki kantor PTPN V dan menyurati Presiden RI serta Menteri BUMN demi mencari keadilan.
Suroto menjelaskan bahwa masalah ini bermula pada Desember 2019, ketika pemerintah pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang menyerahkan 2.800 hektar lahan perkebunan kepada masyarakat Senama Nenek.
Sebanyak 2.100 hektar di antaranya merupakan kebun sawit produktif yang sebelumnya dikelola oleh PTPN V.
“Masing-masing kepala keluarga mendapatkan kapling seluas 1,8 hektar lengkap dengan sertifikat hak milik. Namun tanpa persetujuan warga, kebun tersebut dikelola oleh KNES yang bekerja sama dengan PTPN V,” ujar Suroto.
Suroto menjelaskan, selama pengelolaan KNES, warga merasa kecewa karena kurangnya transparansi keuangan.
Menurut Suroto, kebun sawit tersebut seharusnya mampu menghasilkan Rp17,64 miliar per bulan, namun masyarakat hanya menerima bagi hasil yang sangat minim.
“Pada September 2023, pemilik kebun hanya menerima Rp350.000 per kapling per bulan, padahal seharusnya mereka mendapatkan antara Rp4 juta hingga Rp4,5 juta per bulan,” ungkapnya.