Padang Panjang – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Padang Panjang membantah pembelaan (Pledoi) yang disampaikan terdakwa Gema Yudha Dt. Maraalam Senin (4/11) lalu, dalam sidang lanjutan dugaan pemalsuan tanda tangan Mamak Kaum Koto Nan Baranam di Pengadilan Negeri Padang Panjang, Kamis (7/11).
“Penasihat Hukum terdakwa dalam analisa yuridis tidak dengan jelas membantah unsur pasal yang didakwakan. Penasihat hukum terdakwa hanya mencoba menggiring tidak adanya vicious will atau guild of mind atau maksud jahat,” kata JPU Edmon Rizal membacakan surat jawaban dari pembelaan terdakwa.
Edmon mengatakan, penasihat hukum terdakwa juga mempertanyakan apakah perbuatan terdakwa yang menjual tanah milik kaumnya dengan persetujuan kaum terdakwa merupakan tindak pidana. Penasihat hukum terdakwa tidak mencoba memahami dakwaan penuntut umum, bahwa jelas di dalam surat dakwaan dan surat tuntutan, terdakwa dituntut dengan perbuatan membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut.
“Seolah-olah isinya benar dan tidak palsu. Diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 263 ayat (1) KUHP. Sehingga tidak tepat penasihat hukum mempertanyakan hal tersebut di dalam pembelaanya,” ujar Edmon.
Dikatakan, terkait pernyataan penasihat hukum terdakwa di dalam pembelaannya yang mengatakan, tidak satupun fakta persidangan yang dapat membuktikan terdakwa merugikan orang lain, berdasarkan fakta persidangan, terdakwa terbukti membuat dan menggunakan surat palsu tersebut.
Satu lembar asli surat pengakuan menjual tanah tanggal 13 Agustus 2021 dari Herry Chandra Dt. Kupiah kepada Sugiman, dan satu lembar asli surat pengakuan menjual tanah tanggal 31 Agustus 2022 dari Herry Chandra Dt. Kupiah kepada Afrizal (orangtua Minda Sari).
“Ini mengakibatkan saksi Herry Chandra Dt. Kupiah selaku Mamak Kepala Kaum Koto Panghulu Nan Baranam mengalami kerugian senilai Rp132.500.000. Keterangan saksi Herry juga didukung keterangan dari saksi Rizawati, dimana saksi menyampaikan bahwa benar saksi Herry Chandra adalah mamak kepala kaum suku Koto Nan Baranam, sehingga sangat tepat perbuatan terdakwa telah memalsukan dua surat itu yang mengakibatkan Suku Koto Nan Baranam menjadi rugi,” katanya.
Sementara itu, JPU Andrile Firsa, mengatakan, terhadap asas actus non facit reum, nisi mens sit rea, yang dikutip penasihat hukum terdakwa, tidak mengaitkan asas hukum tersebut dengan unsur-unsur pasal yang ada di dalam surat tuntutan. Melainkan mengaitkan dengan hal lain diluar dari tuntutan.
Bahwa demi terang dan jelasnya perkara ini sehingga terdakwa dan pengunjung sidang memahami atas perbuatan terdakwa maka penuntut umum akan menjelaskannya sesuai dengan fakta persidangan dan unsur pasal yang ada di dalam tuntutan.
“Salah satu asas fundamental dalam hukum pidana, seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan dalam dirinya. Asas ini dikenal juga dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan, geen straaf zonder schuld, nulla poena sine culpa, actus non facit reum, nisi mens sit rea,” kata Firsa.
Firsa mengatakan, pembelaan yang diajukan terdakwa sangat tidak tepat, seharusnya pada bagian ini dinyatakan tidak dapat diterima. Terdakwa sangat jelas mempunyai niat jahat tapi juga telah melakukan perbuatan jahat.