Rakyat Indonesia Rata-Rata Bangga Jadi Generasi Sandwich

INVESTASI - Generasi sandwich harus pandai mengatur keuangannya dengan baik, dengan cara memilih investasi yang likuid, seperti emas yang nilainya terus naik setiap tahun. (Hendri Nova)

 

Laporan Hendri Nova
Wartawan Topsatu.com

Padang – Sebagian besar rakyat Indonesia, terutama yang memiliki semangat berbakti kepada orangtua dan ingin mengamalkan agama dengan baik, bangga menyandang status sebagai generasi sandwich. Bagi mereka, semua itu bagian dari ladang amal untuk meraih ridha Allah Yang Maha kuasa.

Hal itu diakui Ihsan, salah seorang karyawan swasta di Kota Padang. Ayah dua anak yang masih berusia 25 tahun ini, selain keluarga kecilnya ia juga menyandang tanggung jawab pada kedua orangtuanya.

“Kalau dihitung-hitung dengan kalkulator dunia, rasanya sulit menjalani hidup sebagai generasi sandwich, dengan adanya tanggungan orangtua dan juga keluarga kecil saya, apalagi di tengah gaji yang hanya sebesar Upah Minimum Provinsi (UMP). Namun ini persoalannya ketaatan pada perintah agama, jadi kalkulator yang dipakai harus kalkulator langit,” kata Ihsan, terkait tanggapannya terhadap fenomena generasi sandwich, Jumat (13/11/2024).

Ia mengatakan, jika dipakai kalkulator langit, maka akan timbul keyakinan bahwa setiap makhluk yang bernyawa itu, rezekinya telah ditentukan Allah SWT. Jadi tidak usah takut, jalani saja dengan tetap rajin berusaha mengais rezeki dari Allah SwT.

“Apa yang saya berikan sekarang kepada kedua orangtua saya, itu adalah simpanan pahala yang paling berharga bagi saya. Saya harus memanfaatkan waktu yang diberikan semaksimal mungkin, karena kalau bukan waktu yang dimiliki orangtua saya di dunia yang makin sedikit, bisa juga saya sendiri yang memiliki waktu terbatas. Apalagi jika bicara kematian, ianya tak memandang umur dan tak harus tua dulu baru bisa mati,” ungkapnya.

Ihsan memandang setiap waktu yang ia lalui sangat berharga bersama kedua orangtuanya dan juga keluarga kecilnya. Baginya setiap hari berpotensi sebagai hari terakhir, untuk menikmati kebersamaan bersama orangtua dan keluarga.

“Sahabat saya ada yang sudah wafat dalam usia muda. Ia lebih dulu meninggalkan orangtua dan anak-anaknya yang masih kecil. Tak satupun kami sahabatnya yang menyangka jika ia berumur singkat, karena tak ada sakit sama sekali,” kenangnya.

Pengalaman inilah yang membuat Ihsan menikmati statusnya sebagai generasi sandwich, yakni seseorang harus menghidupi tiga generasi dalam keluarganya yang terdiri dari orang tua, dirinya sendiri, dan anaknya.

Sebagai catatan, istilah generasi sandwich dicetuskan oleh professor asal Kentucky University, yaitu Dorothy A. Miller, pada tahun 1981 dalam bukunya Social Work.

Ia menganalogikan fenomena ini seperti sebuah roti sandwich, di mana orang tua dan anak dianggap sebagai roti lapisan atas dan lapisan bawah, sedangkan seseorang yang terjebak dalam fenomena ini diibaratkan sebagai sebuah daging atau isi dari sandwich yang terhimpit di tengah-tengah roti.