SIMPANG AMPEK – Dengan berlinangkan air mata, janda setengah baya itu mencoba mengangkat seng, atap rumahnya yang sudah roboh dan tertumpuk di tanah. Ibu tiga anak itu mencari kompor, kuali dan rice cooker miliknya. Itu harta paling berharga baginya. Dengan alat itu ia menghidupi keluarganya selama ini.
Mata yang sudah sembab karena menangis, ia pasrah. Yang dicari tak bersua, Tuhan tengah menguji. Ia peluk ketiga anaknya, bulir air mata tak kuasa tertahan berderainya. Baju yang basah, badan yang menggigil hanyut dalam kehampaan dan tatapan kosong sang ibu itu.
Ema, warga Jalan Lombok, Nagari Ujung Gading, Kecamatan Lembah Melintang, Kabupaten Pasaman Barat. Rumah bantuan pemerintah miliknya hancur, diterjang banjir, Kamis (16/4) sore. Tak ada harta benda miliknya yang terselamatkan. Semua hanyut, tinggal pakaian yang lekat dibadan. Bahkan beras terakhir yang hendak dimasaknya Kamis sore itu entah hanyut atau bercampur dengan lumpur.
“Ibu, buku belajar tak ketemu lagi, besok tugas sekolah mau dikumpulkan. Ibu bagaimana lagi ini, bagaimana dengan tugas sekolah saya. Baju-baju kami juga,” tiba-tiba, Arini, anak sulung Ema mengadu kepada ibunya sembari menangis di Kamis (16/4) sore itu.
Dia bersama-sama teman-teman satu sekolah, disuruh guru untuk mengumpulkan tugas selama belajar di rumah pada Jumat (17/4). Akibat banjir, tugas-tugas yang sudah dikerjakan itu sudah raib dibawa arus banjir.
“Saya takut, guru di sekolah marah. Saya takut tidak bisa naik kelas.Seragam sekolah juga sudah tidak,” ujarnya.