Oleh Ipda Jauhar R.Simurat/Kanit Rekrim Polsek Lubuk Begalung
Hak Azasi Manusia atau yang lebih dikenal dengan HAM merupakan isu nyata yang menjadi topik pembicaraan yang hangat dewasa ini. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa HAM sudah menjadi sebuah kewajiban yang perlu diperhatkan dalam setiap aspek kehidupan. HAM adalah prinsip – prinsip moral atau norma – norma, yang menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar “yang seseorang secara inheren berhak karena dia adalah manusia” dan yang “melekat pada semua manusia “, terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status lainnya.(1)
Berdasarkan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 mengatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.” Menggambarkan bahwa setiap masyarakat berhak untuk memperoleh rasa aman karena rasa aman tersebut merupakan bagian dari HAM. Dijelaskan lagi secara terperinci didalam Undang – Undang No. 39 Tahun 1999 pasal 29 mengenai Hak Azasi Manusia yang berbunyi “
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya.
(2) Setiap orang berhak attas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi dimana saja ia berada. “
Atas dasar kebutuhan akan rasa aman inilah, Kepolisian Negara Republik Indonesia/ Polri dituntut mampu untuk mengemban tugas ini. Sebagai Institusi pemerintahan yang berfungsi untuk Melakukan Memelihara Keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan Hukum, serta melindungi mengayomi dan melayani masyarakat sebagaimana tercantum didalam UU No. 22 Tahun 2002 pasal 2 Mengenai Fungsi Kepolisian Republik Indonesia. Fungsi organisasi Polri yang digambarkan diatas dituntut mampu memenuhi tercapainya rasa aman masyarakat sebagai bentuk HAM.
Di samping sebagai institusi yang diwajibkan untuk memenuhi rasa aman tersebut, Polri digambarkan juga sebagai institusi pemerintahan yang melaksanakan pelayanan publik dengan pelayanan utama yang disajikan berupa “pelayanan keamanan”. Yang dimaksud dengan pelayanan publik menurut UU No. 25 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 Tentang pelayanan publik adalah “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.” Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Polri memenuhi unsur dalam perundang – undangan tersebut dan dapat dikatakan sebagai penyelenggata pelayanan publik di bidang Keamanan dan ketertiban masyarakat.
Sebagai penyelenggara pelayanan publik, Polri memiliki media untuk menjalankan fungsi dan peranannya. Pelayanan publik terasa efektif jika dilakukan hingga ke struktur terkecil dalam masyarakat, yaitu desa atau kelurahan. Beberapa program telah dicanangkan melalui berbagai macam fungsi kepolisian. Ada satu fungsi yeng menang benar – benar bersinggungan langsung dengan masyarakat yaitu Fungsi teknis Binmas, khususnya Bhabinkamtibmas Polri.
Bhabinkamtibmas Polri atau yang lebih dikenal dengan Bhabinkamtibmas menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemolisian Masyarakat bahwa yang dimaksud dengan Bhabinkamtibmas adalah pengemban Polmas di desa/kelurahan.(2) Melalui Bhabinkamtibmas, diharapkan pelaksanaan pelyanan publik di bidang perwujudan Harkamtibmas dan Gakkum dapat terwujud.
Bhabinkamtibmas merupakan bagian dari Pemolisian masyarakat (Polmas) atau lebih dikenal juga dengan Community Policing dimana melibatkan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan maupun konflik yang terjadi dengan cara yang Humanis dan lebih bersifat Preventif (pencegahan). Dengan mengedepankan Bhabinkamtibmas dalam melakukan pencegahan tindak kejahatan dan menyeleasikan konflik, maka Polri dinilai mampu menjadi penyelenggara pelayanan publik di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.
Reformasi birokrasi polri atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Mental Polri lebih mengedepankan pencegahan masalah dibandingkan dengan penanganan masalah. Pencegahan masalah dikenal dengan istilah Preventif, sedangkan preventif sendiri terdiri atas preventif aktif dan preventif pasif yang lebih dikenal dengan metode pre- emtif. Bhabinkamtibmas tergolong kedalam metode preventif karena melibatkan anggota kepolisian untuk aktif memberikan penyuluhan, pencegahan dan memahami kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di kelurahan tertentu dalam suatu wilayah.