Selamatkan Bumi di Masa Depan dengan Bioenergi

Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) berbahan bakar bambu di Pulau Siberut, Mentawai, Sumatera Barat yang diresmikan September 2019 lalu. (foto: ebtke.esdm.go.id)

Eriandi

Daya dukung bumi terhadap keberlangsungan hidup manusia semakin terancam. Earth Overshoot Day secara global yang dirilis oleh Global Footprint Network (GFN) pada 20 Agustus 2020 lalu menunjukkan daya dukung bumi tahun ini jatuh pada 22 Agustus 2020.

Walaupun jauh lebih baik dari kondisi selama 15 tahun terakhir dimana daya dukung bumi hanya sekitar bulan Juli saja, namun itu hanya terjadi akibat konsumi masyarakat yang jauh berkurang karena dampak pandemi covid-19. Laporan GFN memperkirakan bahwa pandemi telah mendorong penurunan jejak karbon manusia sebesar 14,5 persen dan hasil hutan 8,4 persen dibandingkan tahun 2019.

Selain itu, emisi global dari pembakaran batu bara, minyak dan gas turun hingga delapan persen karena langkah-langkah untuk mengendalikan pandemi. Tanpa perubahan sistemik dan terencana, kondisi bumi yang kritis bisa kembali berlanjut jika pandemi suatu saat berakhir.

Earth overshoot day adalah penanda bahwa manusia telah memanfaatkan sumber daya alam melebihi dari kemampuan bumi memperbaharui dirinya kembali dalam waktu satu tahun. Jika earth overshoot day jatuh pada 22 Agustus, maka berarti pada empat bulan berikutnya generasi sekarang hidup dengan mengambil ‘jatah’ generasi mendatang. Kondisi ideal jika manusia hidup sebagaimana daya dukung bumi, maka seharusnya earth overshoot day sampai pada tanggal 31 Desember atau bahkan jatuh pada tahun berikutnya.

Indonesia sebenarnya jauh lebih baik dibanding daya dukung bumi secara global. Earth overshoot day Indonesia jatuh pada 18 Desember 2020. Meskipun jauh lebih baik, tapi itupun tetap tak bagus jika terus terjadi, jika ingin mensejarahterakan anak cucu di masa depan.

Menurunnya daya dukung bumi sejak 1970-an disebabkan karena jejak karbon dan emisi gas rumah kaca (GRK) yang salah satunya disumbangkan oleh pemakaian bahan bakar fosil, aktifitas pembukaan lahan, industri produsen energi yang tidak ramah lingkungan, transportasi dan lain-lain.

Earth overshoot day menjadi alarm bahwa bahwa umat manusia saat ini harus melakukan tindakan nyata untuk mengembalikan dan meningkatkan daya dukung bumi. Solusi terbaik adalah pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemapuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.

Mengoptimalkan penggunaan bahan bakar dan sumber daya yang berasal dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) serta konservasi energi adalah salah satu upaya penting dalam menyelamatkan bumi. Butuh komitmen kuat, intervensi dari pemerintah pusat dan daerah serta kesadaran dari umat manusia untuk melaksanakannya.

Harapan Pada Bioenergi

Indonesia selama ini sangat tergantung pada energi fosil. Namun, kesadaran bahwa energi fosil adalah masa lalu dan akan segera habis menjadikan perpindahan ke Energi Baru dan Terbarukan sebagai suatu hal mutlak dan keharusan, bukan lagi sebuah pilihan. Selain itu, pemerintah sudah berkomitmen menurunkan emisi GRK sebesar 29% pada tahun 2030 (834 juta ton CO2e untuk seluruh sektor). Karena itu, kebijakan energi nasional saat ini adalah memaksimalkan EBT sekaligus meminimalkan penggunaan minyak bumi atau energi fosil.

Pergeseran dari bahan bakar fosil ke EBT sebenarnya sangat menguntungkan bagi Indonesia. Karena, selama ini ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil berdampak pada tingginya impor migas untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi dalam negeri (mencapai kurang lebih 55 persen dari total pasokan minyak bumi nasional) pada tahun 2015. Dengan pergesaran ke EBT, impor tentu akan jauh berkurang.