Oleh Irwan Prayitno
Saat ini kita hidup di tengah pandemi Covid-19 bersama banyak warga dunia lainnya. Penyiapan vaksin dan obat untuk menyembuhkan atau meredakan virus tersebut masih berlangsung di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan jumlah orang yang positif covid pun semakin hari semakin bertambah.
Dari pemeriksaan orang yang positif covid, ternyata banyak yang tidak memakai masker. Itu artinya, jika memakai masker, insya Allah tidak akan tertular. Kita memakai masker gunanya adalah melindungi diri dari serangan virus. Tapi masih banyak yang berpikiran memakai masker hanya merepotkan. Awalnya, memakai masker ketika keluar rumah memang merepotkan dan mengganggu. Bahkan ada yang merasa seolah-olah tidak bisa bernafas, tapi itu sebenarnya halusinasi. Memakai masker yang awalnya terpaksa, lama-lama ketika sudah menjadi kebiasaan akan menjadi kebutuhan.
Bagi yang sudah terbiasa memakai masker, tidak memakai masker ketika keluar rumah justru seperti kehilangan sesuatu. Bahkan bisa sangat takut jika nanti bertemu orang yang tidak pakai masker. Seperti halnya kita yang punya ponsel, ketika keluar rumah tidak bawa ponsel seperti tidak lengkap atau ada yang kurang. Ponsel ketinggalan terpaksa harus diambil agar bisa terhubung dengan keluarga atau rekan kerja, teman dan atasan atau bawahan.
Kondisi yang kita lihat hari ini, dari rakyat hingga pemimpin dunia tidak luput dari serangan Covid-19. Yang baru saja kita dengar adalah, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan istrinya positif covid. Di Indonesia beberapa kepala daerah dan pejabatnya juga ada yang positif covid, bahkan sudah ada yang meninggal.
Dalam editorialnya , Media Indonesia (3/10) mengulas bahwa Trump kerap mempertontonkan perilaku tidak taat protokol kesehatan. Selain itu, di berbagai liputan dan tayangan Trump kerap tampil tanpa masker. Tak heran jika akhirnya Trump terkena covid juga. Padahal protokoler kepresidenan sudah sangat ketat menjaga Trump.
Hari ini masih banyak saudara kita yang lainnya belum memakai masker, yang menyebabkan penularan semakin kuat. Jika ternyata mereka tidak memakai masker belum terkena virus, bukan berarti akan aman-aman saja. Trump mungkin bisa menjadi contoh bahwa dengan tidak memakai masker bisa tertular covid, sekalipun protokoler keamanannya sudah sangat ketat.
Hasil survei BPS (Badan Pusat Statistik) yang dilaksanakan pada 7-14 September, 17% atau 44,9 juta masyarakat Indonesia belum percaya dan merasa tidak yakin akan terpapar Covid-19. Selain itu, 55% masyarakat tidak mematuhi protokol kesehatan karena tidak ada sanksi. Artinya, lebih dari setengah masyarakat Indonesia ternyata tidak patuh kepada protokol kesehatan karena tidak ada sanksi.
Hasil survei ini sejalan dengan kemunculan Perda No. 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 yang memuat aturan, serta sanksi administratif dan pidana bagi yang melanggar protokol kesehatan.
Dengan adanya sanksi, maka diharapkan masyarakat mematuhi protokol kesehatan yang tujuannya agar kita di Sumbar bisa tetap produktif, bekerja, berusaha, sekaligus aman covid. Kami sangat mengapresiasi seluruh elemen masyarakat di Sumbar yang dengan kesadaran telah mematuhi protokol kesehatan. Dan bagi yang belum mematuhi protokol kesehatan, sebaiknya mengubah diri untuk mematuhi protokol kesehatan. Mari kita ajak keluarga, teman, kerabat untuk mematuhi protokol kesehatan.
Kita di Sumbar, bisa beraktivitas dan berproduktivitas. Mencari nafkah sudah tidak dihambat lagi karena PSBB sudah tidak ada lagi. Tetapi jangan lupa memakai masker ketika di luar rumah, juga mencuci tangan dan menjaga jarak. Berdagang atau bekerja dengan memakai masker memang tidak enak. Tapi itulah kondisi saat ini yang harus diikuti.
Meskipun memakai masker tidak enak, tetap jauh lebih tidak enak ketika tertular covid. Harus isolasi mandiri, fokus menyehatkan badan, menjauhi rasa tertekan, makan menu yang sehat dan minum vitamin. Juga tidak bisa bekerja atau berdagang selama beberapa waktu. Belum lagi harus menjaga diri dengan anggota keluarga lainnya serta tetangga dan rekan kerja. Apalagi jika sudah sampai dirawat di rumah sakit. Kita ‘madar’, maka bukan hanya kita yang rugi, tetapi juga keluarga, tetangga, rekan kerja dan masyarakat luas. (*)