Soal Sinegis Pers, KI Yogyakarta Mesti Belajar ke Sumbar

YOGYAKARTA – Ketua Komisi Informasi (KI) DI Yogyakarta Hasyim mengaku kalau soal sinergistas pers, KI Yogyakarta mesti belajar ke Sumbar.

“Kami periode ke tiga dan komisionernya baru semua dilantik Desember 2019 lalu. Tapi setahun ini kami mengikuti di group whastapp KI se Indonesia, tentang KI Sumbar berkolaborasi menguatkan keterbukaan informasi publik dengan pers,” ujar Hasyim saat menerima peserta studi tiru Jurnalis Keterbukaan Informais Publik Sumbar Kamis (5/11) dengan penerapan standar protokol kesehatan.

Sedangkan Ketua KI Sumbar Nofal Wska mengatakan studi tiru jurnalis ini bagian dari program workshop keterbukaan informasi publik.

“Kita kesini saling sharing apa yang baik di Yogyakarta dalam memperkuat keterbukaan informasi publik tentu menjadi masukan bagi KI Sumbar untuk diaplikasikan di Sumbar,” ujar Nofal.

Studi Tiru Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik kata Nofal adalah program tahunan KI Sumbar dan KI Yogyakata adalah kegiatan tahun kedua.

“Ini bagian dari upgrading keharmonisan KI sebagai lembaga pengawal keterbukaan dengan jurnalis yang bak dua sisi mata uang untuk memasifkan keterbukaan informasi publik,” ujar Nofal didamping wakil ketua KI Sumbar Adrian Tuswandi, Tanti Endang Lestari (Komisioner Kelembagaan), Arif Yumardi (Komisioner PSI), Indra Sukma (Kabid IKP Kominfo Sumbar) Defi Astika (Sekretaris KI Sumbar) bersama 25 jurnalis peserta workshop keterbukaan informasi publik.

Menurut Komisioner KI Yogyakarta yang mengawaki kelembagaan, Rudy Murhandoko untuk Monev ada perubahan dibandingkn Monev di Sumbar.

“Kita tidak mencari terbaik tapi mengedepankan potret aplikasi keterbukaan informasi publik di semua badan publik dalam klaster penilaian. Jadi semua badan publik yang menjadi kontestan Monev itu diberikan penilaiannya dan juga dilakukan akses informasi lewat email kepada semua badan publik,” ujar Rudy Nurhandoko.

Sedangkan Komisioner membidangi PSI Erniati lebih mengedepankan edukasi dalam penanganan sengketa informasi publik.

“Ada stigma menahun di masyarakat soal sengketa itu seperti momok, sehingga kita lebih mengedepankn edukasi baik ke publik maupun ke badann publik,” ujar Erni.

Ngobrol sebagai sharing di audiensi KI Yogyakarta-Sumbar makin sarat makna karena hadir mantan komisioner KI Yogyakarta dua periode Dewi Amanatun yang termasuk founder penguatan keterbukaan informasi publik di Yogyakarta.

“Untuk Provinsi Yogyakarta terus berbenah sejak 10 tahun terkahir ini, termasuk mempersiapkan Tata Kelola Keterbukaan Informasi Publik di Yogyakarta, semoga saja pembahasannya bisa selesai tahun ini,” ujar Dewi Amanatun.