JAKARTA – Tingkat kesembuhan pasien COVID-19 di Indonesia terus menunjukkan tren membaik. Hal ini pun memberikan optimisme tinggi bagi masyarakat dalam melewati masa pandemi COVID-19.
Dilansir dari berbagai survei seperti, IPSOS hingga Nielsen, masyarakat Indonesia diketahui paling optimis dalam menghadapi pandemi COVID-19 di Asia Tenggara. Hal ini tak lepas dari tingginya angka kesembuhan COVID-19 di dalam negeri.
“Recovery rate (rasio kesembuhan) dari seluruh total kasus COVID-19 mencapai 82.84%. Angka sembuh dan selesai isolasi COVID-19 meningkat dibandingkan sebelumnya, yaitu 80.51%”, ujar dr. Reisa Broto Asmoro, Juru Bicara Satgas COVID-19 dalam acara Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) dengan tema “Antara Pengobatan dan Pencegahan: Pilih Mana?”.
Keseriusan pemerintah dalam menangani pasien COVID-19 juga terlihat dari suplai obat penanganan COVID-19 yang terus terdistribusi dengan cukup. Dengan tujuan meningkatkan rasio kesembuhan, mulai 4 November, obat penanganan COVID-19 ini sudah didistribusikan ke 34 Dinas Kesehatan Provinsi dan 779 rumah sakit di seluruh Indonesia.
Pemerintah juga terus melakukan pemenuhan suplai obat penanganan COVID-19 hingga bulan Desember 2020 mendatang. Jumlah tenaga medis pun mencapai 300 ribu orang yang bekerja di rumah sakit rujukan COVID-19 di seluruh Indonesia.
dr. Gia Pratama Putra, dokter Kepala Instalasi Gawat Darurat salah satu rumah sakit di Jakarta, dalam kesempatan yang sama, menyatakan bahwa setidaknya ada 3 fase yang harus dihadapinya hampir setiap hari dalam menangani pasien COVID-19. Fase pertama yakni, meyakinkan pasien positif COVID-19 bahwa penyakit ini bisa dilalui.
“Keyakinan akan kesembuhan adalah 50% kesembuhan. Virus ini sebenarnya bisa kalah dengan daya tahan tubuh kita sendiri. Jadi biarkanlah bapak ibu, tidak usah fokus pada penyakitnya. Biarkan dokter-dokter kita yang fokus pada penyakitnya. Bapak ibu fokuslah menjaga diri dan kesehatan”, ungkapnya.
Fase ke dua, adalah saat pasien harus diisolasi sehingga tidak boleh bertemu dengan keluarga ataupun teman. Sebagai tenaga kesehatan, dokter harus terus berkunjung menyemangati para pasien dan berperan sebagai keluarga kedua pasien COVID-19.
Setelah itu memasuki fase ke tiga tedapat dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, adalah kesembuhan pasien. Sementara kemungkinan kedua adalah hasil yang tidak diinginkan yakni, meninggalnya pasien COVID-19.
Mengobati memang penting, namun mencegah lebih baik. Itulah yang dr. Gia sering himbau kepada setiap orang, baik langsung kepada pasiennya atau melalui media sosial. Ia pun mengibaratkan pencegahan dengan sebuah rumus, Ri (risiko infeksi) = Jv (jumlah virus) dibagi i (imunitas tubuh).
“Jadi, cara kita menurunkan risiko infeksi adalah menurunkan jumlah virus. Caranya melakukan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) dan meningkatkan imunitas tubuh. Cara meningkatkan imunitas ini ada tiga, yang pertama memenuhi kebutuhan nutrisi yang cukup dan baik. Artinya sayur dan buah harus dikonsumsi setiap hari. Kedua, istirahat yang cukup. Penelitian terbaru mengatakan, manusia itu idealnya tidur 6-7 jam, tidur sebelum jam 11 malam dan bangun sebelum jam 5 pagi, itu yang paling baik. Terakhir, olahraga rutin. Ini banyak yang tidak dilakukan di saat kita bekerja dari rumah. Padahal ada banyak olahraga yang bisa dilakukan di dalam rumah”, terang dr Gia.
Masyarakat juga dihimbau untuk melakukan deteksi dini gejala penyakit COVID-19. Upaya ini sangat membantu meringankan gejala COVID-19 agar tidak semakin berat nantinya.