PADANG – Kisah pupuk langka di Sumatera Barat sudah disuarakan petani, bahkan sudah berdaun mulut mereka karena protes tapi tak didengar. Urusan ini bertali-temali dengan distributor, perusahaan pupuk serta bupati. Belum pernah ada sejarahnya, pupuk tak pernah langka. Ada-ada saja masalah pada bulan tertentu, tiba-tiba saja pupuk lenyap.
Pemuka di Nagari Cupak, Kabupaten Solok, Dt Basa Sikumbang, kepada Jenderal Fakhrizal menyebutkan, di daerahnya pupuk langka, jalan rusak berat. “Kami meminta pemimpin yang benar-benar tokohlah, yang paham dengan masyarakatnya, bukan pemimpin yang takah yang punya mobil dan membayarkan minuman kami di kedai. Kami butuh pemimpin yang sadar dengan keadaan masyarakatnya,” ungkap Dt Basa Sikumbang, Rabu (11/11).
Lebih lanjut Dt Basa mengatakan sering terjadi kelangkaan pupuk. Padahal Solok terkenal dengan berasnya. Jangan sampai Solok kehilangan berasnya karena pupuk yang langka.
Kemudian warga Salayo, Haji Buya Mujahid menyampaikan keluhannya. Yakni jalan ke daerahnya yang belum pernah diperbaiki sama sekali oleh pemerintah. “Semenjak zaman dari Pak Harto hingga hari ini, jalan ke Koto Hilalang tak pernah diperbaiki, Pak. Jika terpilih nanti tolong perbaiki jalan ini, sudah tua saya sekarang,” ungkap Mujahid.
Jika rakyat masih mengeluh soal pupuk dan jalan yang tak pernah diperbaiki, maka itu artinya hal mendasar yang belum tersentuh. Ironis sebenarnya. Pupuk memang mata bisnis yang gampang diselewengkan oleh siapa saja. Gubernur baru nanti, mestilah serius mengawal pupuk, sebab belum ada yang benar-benar mau mengawasinya.
Pupuk, bagi petani, penting, sama posisinya dengan pestisida. Dua hal ini, mesti harganya terjangkau dan jangan pakai langka. Kenapa? Karena petani tak meminta, tapi membeli. Masa urusan menjual pupuk pada petani saja, serumit itu benar.
Sementara itu, pedagang di Bukittinggi juga mengeluh kepada Fakhrizal. Sebab, pasa langang, sewa kadai maha. Fakhrizal “dicegat” karena sejak pandemi Covid-19, aktivitas pasar kian sepi. Apalagi para wisatawan makin hari semakin sedikit yang datang ke Bukittinggi. “Pak berhenti dulu sebentar. Kami ingin menyampaikan unek-unek soal nasib kami sejak pandemi. Jual beli kami di sini turun tajam. Tolong perhatikan persoalan ini kalau bapak jadi gubernur nanti,” sebut salah seorang pedagang yang mencegat Fakhrizal.
Ia terpaksa mencegat Fakhrizal karena dari semua calon Gubernur Sumbar, belum ada seorang yang melintas ke Jam Gadang atau masuk ke Pasar Ateh. Berhubung, Fakhrizal dan rombongan tengah melintas di Jam Gadang, maka disetop.
Bukitttinggi, memang hidup dari pasar. Kalau pasar sepi, maka uang beredar, turun drastis. Pasar ramai, jika wisatawan lokal, regional dan wisman datang ke kota itu. (*)