PADANG – Karya instalasi seni rupa berbahan limbah laut, bakal dipamerkan di Galery Taman Budaya, Dinas Kebudayaan Sumbar, 10 hingga 13 Desember 2020. Pameran nantinya berkolaborasi dengan pertunjukan teater bertajuk “Mencabik Pekik Sunyi” yang disutradarai Mahatma Muhammad.
Ada 10 hingga 15 instalasi seni rupa karya perupa instalasi dan penata panggung, Khairul Mahmud yang dipamerkan. Pameran karya instalasi berbahan sampah laut nanti, mengusung tema isu ekologi lingkungan. “Melalui pameran ini, sampah laut bisa jadi karya seni instalasi dan setting latar teather,” ungkap Khairul, Sabtu (5/12).
Pria Tamatan S1 Seni Rupa Universitas Negeri Padang (UNP) itu mengatakan, untuk menghasilkan tema satu karya instalasi seni rupa, melibatkan satu tim untuk sharing konsep cerita. Karena setiap tema karya seni rupa yang diangkat memiliki sebuah cerita.
Misalnya, satu karya instalasi seni rupa berbentuk ikan paus. Bahan untuk membuat bentuk ikan paus diambil dari kayu-kayu limbah laut khusus yang diambil di pantai Teluk Buo, Kota Padang. Karena di Teluk Buo tersebut ada cerita ikan paus banyak di laut teluk tersebut. Setiap nelayan di sana pergi melaut, dekat kapalnya ada ikan paus yang menemani.
“Jika ada ikan paus dekat kapal, maka menandakan banyak ikan di lokasi tersebut. Nah cerita inilah yang kita angkat menjadi sebuah karya seni instalasi berbentuk ikan paus,” terang Khairul.
Selain karya instalasi ikan paus, juga ada karya instalasi berbahan limbah laut lainnya yang dipamerkan, seperti figur manusia, kerbau dan lainnya. Untuk mengerjakan satu karya instalasi, mulai dari mengumpulkan limbah kayu di pantai, hingga membentuk karya, membutuhkan waktu satu bulan.
Pembuatan instalasi dilakukan dengan memaku setiap kayu-kayu sampah laut hingga membentuk suatu bentuk. Baik itu bentuk menyerupai manusia maupun bentuk menyerupai binatang dan lainnya. “Kayu-kayu sampah laut kita kumpulkan di tiga lokasi pantai di Kota Padang, yakni teluk Buo, Pantai di Air Tawar dan Pantai Pasir Jambak,
Sementara, Mahatma Muhammad yang jadi sutradara pertunjukan teater bertajuk “Mencabik Pekik Sunyi” mengatakan, pertunjukan nanti, merupakan kegiatan produksi rutin tunggal Nan Tumpah, yakni sebuah komunitas independen. Pada pertunjukan kali ini, Mahatma mengajak seniman lintas komunal untuk berkreasi.
“Melalui kreasi lintas komunal ini, kita hadirkan pertunjukan teather melibatkan kawan-kawan seni rupa instalasi. Mereka kita ajak terlibat, karena lebih cenderung dekat dengan pertunjukan panggung untuk setting property,” terangnya.
Mahatma mengatakan, karya dari bahan limbah dan sampah laut tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk pertunjukan teather. Tetapi juga bisa dikolaborasikan dengan pameran. Sehingga, pertunjukan teather “Mencabik Pekik Sunyi” akhirntya melebur menjadi tema besar.
Mencabik Pekik Sunyi terdiri dari dua naskah, yakni Mencabik dan Pekik Sunyi. Naskah ini dikonstruksi ulang untuk jadi struktur pertunjukan naskah baru. Pertunjukan teather ini mengandung pesan kepada masyarakat, agar memiliki kepekaan kepada siklus berulang. Mulai dari kehidupan privasi dalam keluarga, hingga siklus peristiwa dan kejadian global yang terjadi hingga saat ini. Seperti isu tentang ekologi lingkungan saat ini.
“Perlintasan peristiwa yang fenomenal yang berulang direlevankan dengan kondisi hari ini. Ruang ruang informasi peristiwa global, membuat kita tidak sensitif dengan ruang paling dekat dengan kita, yakni keluarga,” ungkapnya.