PARIK MALINTANG – Polemik lapangan Sungai Abang, Lubuk Alung, antara Marah Hosen Datuak Mudo dan masyarakat setempat masih belum selesai. Ujung dari aksi dan pemasangan pagar lapangan itu, Kamis kemarin ditangguhkan untuk mencari jalan terbaiknya selama sepekan ke depan. Ada rencana masyarakat menggugat secara hukum tindakan yang dilakukan Datuak Mudo tersebut.
“Dasar hukum kita kuat. Ada bukti tertulis berupa perjanjian dari yang menghibahkan tanah ini pada 1954, dan surat pernyataan seluruh niniak mamak, alim ulama, kepala desa, KAN pada 2 Februari 1981, bahwa lapangan tak boleh ada jual beli. Digunakan untuk olahraga anak-anak Sungai Abang dan Lubuk Alung,” kata Herik Rinal, salah seorang pemuda yang memotori aksi pencegahan pemagaran lapangan itu.
Kepada Singgalang, Jumat (19/10), Herik Rinal menceritakan kalau tanah hibah dari orang Panyalai asal Tapakis itu amat luas. Di samping lapangan ini, ada dua unit SD, SMP, Puskesmas, kantor desa.
“Perjanjian lapangan bola ini tak boleh diperjua-belikan dirasa cukup kuat untuk menuntut balik Datuak Mudo secara hukum, karena telah melakukan penjualan secara sepihak,” ungkapnya.
Walinagari Sungai Abang Ichwan Boestami akan melakukan pertemuan dengan seluruh niniak mamak, alim ulama, dan seluruh walinagari yang ada di Kecamatan Lubuk Alung, Senin depan. “Intinya, lapangan sepakbola ini adalah milik bersama masyarakat Lubuk Alung, yang tidak boleh diperjual-belikan. Kita sepakat dengan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara, Marah Hosen Datuak Mudo menjelaskan, bila tidak ada jalan terbaiknya dalam masa mediasi ini, dia akan tetap memagar lapangan tersebut.
“Kalau diatas kertas, ia tanah ini saya jual. Tetapi itupun tidak utuh. Ada jalan alternatifnya sebagai pengganti lapangan yang saya sediakan di belakang AKBID Sumbar, juga dalam Nagari Sungai Abang,” kata Datuak Mudo, Jumat.
Namun, tanah yang dia sediakan di belakang AKBID itu tak ditanggapi masyarakat Sungai Abang. (damanhuri)