BOGOR – Bagi masyarakat yang tidak mendapatkan informasi publiklah yang akan bersengketa di Komisi Informasi untuk mencari keadilan.
“Kalau putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi (KI) kabulkan, itulah keadilannya dan tidak ada upaya keberatan lagi harusnya,” ujar Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun pada uji publik Ranperki Pemilu dan Pemilihan di Bogor, Senin (29/10)
Refly Harun mengatakan mekanisme keberatan ke PTUN atas putusan KI. “Keadilan untuk hak informaai itu ada pada orang bukan badan publik, jadi putusan KI mengabulkan permohonan, selesai hak pemohon untuk dapat keadilan,”ujarnya.
Tapi faktanya apa, kata Refly, kok badan publik yang ajukan keberatan ke PTUN atas putusan KI.
Padahal objek PTUN itu putusan pejabat TUN, sementara putusan KI adalah putusan ajudikasi.
“Tapi saya paham juga problem ini bukan karena lembaga, tapi murni karena soal UU 14 tahun 2008, solusinya memang UU harus diperbaiki,”ujar Refly Harun.
Sementara terkait draft Ranperki maka tiga asas hukum harus dipelajari, lex spesialis legi generalis.
“UU KIP ada informadi dikecualikan, lalu ada UU Pemilu mengatur informasi dikecualikan juga, artinya yang kuat itu UU Pemilu adalah lex specalist, artinya komisioner KI harus lihat juga UU lain, jangan UU 14 tahun 2008 saja,”ujarnya.
Lalu ada Lex Superior Derogat Legi Inferior, yakni aturan lembaga kalah dari dari UU.
Kemudian asa hukum Lex Posteriori derogat Legi Priori (peraturan yang baru kesampingkan peraturan lama).
“Kalau asas ini dipahami maka Ranperki ini sudah bisa lewati proses berikutnya, lalu dalam bahasa hukumnya pakai yang tidak mengundang banyak tafsir,”ujar Refli Harun.
Sementara Komisioner KI Pusat Arief memastikan setelah uji publik Rancangan Perki Standar Layanan dan PSI Pemilu dan Pemilihan tahap konsenering.