PAYAKUMBUH – Komitmen Pemko Payakumbuh untuk memerangi Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) tidak bisa ditawar lagi. Pada 5 November 2018 mendatang, sekitar 20 ribu lebih masyarakat di Payakumbuh akan mendeklarasikan Payakumbuh sebagai kota Anti-LGBT. Komunitas yang memiliki prilaku seks menyimpang itu dilarang untuk menginjakkan kakinya di Kota Botiah ini.
Ide menyatakan sikap untuk menolak LGBT berdasarkan laporan dan stigma masyarakat luar yang telah mencap Payakumbuh sebagai lumbung LGBT di Sumatera Barat. Karena hal itulah, banyak tokoh masyarakat dan pemerintah gerah akan hal ini. Untuk menanggulangi dan membantah isu tersebut, masyarakat yang dibantuk oleh Pemko Payakumbuh akan secara terbuka mendeklarasikan diri untuk menolak LGBT. Dengan hal ini jugalah, Pemko bisa membuat Perda soal LBGT nantinya.
Rancangan deklarasi anti LGBT ini akan dilaksanakan dalam bentuk longmarch dari Stadion Kubu Gadang menuju Kantor Walikota Payakumbuh di eks Lapangan Poliko. Sebelum sampai di kantor walikota, peserta longmarch akan melewati Simpang Labuh Silang, Pasar Ibuh, Tugu Adipura dan langsung menuju kantor walikota. Usai longmarch, akan ada orasi dari tokoh masyarakat terkait sikap menolak LGBT. Kemudian pengambilan 100 ribu tanda tangan sebagai simbol penolakan LGBT.
Ketua panita deklarasi Ahmad Ghani, kepada wartawan, Selasa (30/10), mengatakan, tujuan acara deklarasi ini hanya untuk menekan dan mengusir pelaku LGBT dari Payakumbuh.
Hari ini cukup santer terdengar ditengah masyarakat bahwa komunitas LGBT berkumpul di Payakumbuh. Bahkan dalam laporan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), dari 82 orang masyarakat Payakumbuh yang mengidap HIV/AIDS, mayoritas adalah pelaku LGBT.
“Tujuannya tidak lain untuk menekan dan mengusir pelaku LGBT dari Kota Payakumbuh. Jangan sampai Kota Batiah yang selama ini terkenal dengan adat dan budaya Islamnya ini tercoreng dan terkontaminasi oleh sekelompok orang. Ini sama hal dengan rusak susu sebelanga karena setitik nila,” ujarnya.
Dikatakan, dengan adanya deklarasi ini, nantinya akan membuka mata dan mental masyarakat Payakumbuh untuk melawan prilaku menyimpang ini. Dengan itu, masyarakat turut terlibat aktif dalam menciptakan suasana kota yang harmonis dan jauh dari kemaksiatan. “Sehingga pameo yang terdengar selama ini, bahwa Payakumbuh sebagai pusat LGBT di Sumbar juga dengan sendirinya akan hilang,” katanya. (bule)