PADANG-Puluhan mantan pegawai PT. Heleyora Powerindo yang merupakan vendor dari PT.PLN datangi DPRD Sumbar, Rabu (31/10). Mereka mewakili sebanyak 157 mantan karyawan lain yang diPHK oleh perusahaan tersebut.
Kedatangan mereka demi mengadu tentang PHK yang dinilai melanggar hukum dan tak manusiawi tersebut. Mereka meminta DPRD menfasilitasi agar bisa dipekerjakan kembali.
“Diantara kami yang di-PHK ini bahkan ada yang sudah bekerja selama 28 tahun. Minimal ada yang 5 tahun bekerja. Masa kami di-PHK saja seperti ini tanpa ada diskusi terlebih dahulu. Kami jelas-jelas langsung jatuh miskin, tak ada sumber pendapatan lagi,” ujar salah satu mantan karyawan tersebut, Abdi.
Dia menjelaskan sebanyak 157 karyawan tersebut tersebar di berbagai kabupaten/kota di Sumbar. Mereka mengerjakan pekerjaan inti. Misalnya ada yang bekerja sebagai staf administrasi dan petugas pengukur meteran.
“Tak ada satu pun dari 157 orang itu yang bekerja diluar pekerjaan inti. Tak ada yang cleaning service atau petugas bersih-bersih. Pekerjaan kami adalah jenis pekerjaan yang langsung membantu menolong PLN melaksanakan fungsi mereka dalam menyediakan jasa listrik. Masa sekarang selama bertahun-tahun kami mengabdi, kami malah diberhentikan,” ujar Abdi.
Dia mengatakan selama bertahun-tahun bekerja itu, mereka berkali-kali berganti vendor. Namun mereka tetap bekerja pada PLN dan menjalankan pekerjaan yang sama. Dulu sebelum PT. Heleyora Powerindo, vendornya adalah PT. AMP.
“Baru sejak tahun 2013 berganti ke vendor Heleyora. Sebelumnya AMP, sebelumnya lagi PT. Miu. Vendor selalu diganti-ganti tapi kami tetap dipekerjakan PLN. Seolah-olah vendor sengaja diganti untuk menghindari kami diangkat sebagai karyawan. Tapi kami tetap sabar menunggu. Tak tahunya kami malah di-PHK,” ujar Abdi
Kedatangan puluhan mantan karyawan tersebut datang didampingi Lembaga Hukum (LBH) Padang. Perwakilan LBH Padang, Diki Rafiqi mengatakan seharusnya perusahaan pemerintah seperti PLN menaati peraturan ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia.
Diki mengatakan apa yang dilakukan PLN dengan mengganti-ganti vendor itu adalah jenis perbudakan modern. Jenisnya merupakan pekerjaan outsourcing yang sebenarnya sudah dilarang oleh pemerintah pusat dan melanggar undang-undang ketenagakerjaan.
Menurut dia, hal yang dilakukan PLN merupakan pelanggaran praktik outsorucing dimana dalam undang-undang dinyatakan jika pekerjaan utama atau pokok tidak boleh dilakukan oleh outsoursing. LBH menilai adanya bentuk pembangkangan hukum yang dilakukan PT. PLN bersama-sama dengan PT. Haleyora Powerindo.
Apalagi, tambah dia, para karyawan ini sudah bekerja selama bertahun-tahun lamanya, yakni antara 5 hingga 28 tahun.
“Ini adalah pemutusan hubungan kerja atau PHK secara sepihak yang menzalimi karyawan,” ujarnya.
Para korban PHK yang didampingi LBH tersebut diterima langsung wakil ketua DPRD Sumbar,.Guspardi Gaus. Guspardi mengatakan akan segera mengadakan pertemuan lanjutan untuk menindaklanjuti masalah tersebut. Terutama dengan pihak PLN dan PT. Heleyora.
“Semua aspirasi dan keluhan tentu diterima DPRD. Kami akan serius menindaklanjuti. Namun sebelum menindaklanjuti kami harus bersikap objektif. Untuk itu kami harus pula mendengar masalah ini dari pihak PLN dan Heleyora secara langsung. Setelah itu nanti baru dicarikan solusi,” ujarnya.
Guspardi menegaskan, DPRD akan menjembatani penyelesaian masalah ini antara ketiga pihak, yakni karyawan yang diPHK, PT. Heleyora dan PLN.
“Mari kita agendakan pertemuan lanjutan untuk membahas masalah ini bersama PT. Heleyora dan PLN,” ujar Guspardi. 0