PAPUA – Dukungan terhadap pemerintah Indonesia dalam melakukan upaya yang lebih efektif dalam menangani aksi kekerasan yang dilakukan oleh TPN-PB, salah satunya dengan melakukan tindakan hukum yang tegas terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua atau Kelompok Separatis Teroris (KST), terus mengalir.
Seperti dari Pengurus Persekutuan Gereja-gereja Jayawijaya (PGGJ), Pdt. Joop Suebu. Dia menyatakan dukungan penuh dengan tindakan aparat dalam penegakan hukum terhadap para pembuat aksi-aksi kekerasan yang dilakukan KKB dan telah menimbulkan banyak korban.
“Saya selaku pribadi dan selaku Pengurus PGGJ Papua mengutuk keras aksi kekerasan yang terjadi di Papua belakangan ini, hingga merenggut korban jiwa baik dari personil TNI, Polri dan warga sipil”, ungkap Pdt Joop di Papua, Jumat (21/5/2021).
Pdt. Joop Suebu juga mengharapkan tindakan nyata Penegakkan hukum tidak hanya dilakukan terhadap para pembuat aksi-aksi kekerasan saja. Ia meminta kepada aparat juga berlaku adil untuk menegakan hukum kepada pihak-pihak yang selama ini tidak transparan dalam pengelolaan dana Otsus Papua.
“Kami mengharapkan penegak hukum secara menyeluruh, bukan hanya terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan KKB, tapi juga kepada pemerintah daerah yang selama ini tidak transparan dalam pengelolaan dana Otsus Daerah Papua selama ini”, tegas Pdt. Joop Suebu.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk menetapkan TPN-PB atau biasa disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sebagai Kelompok Separatis Teroris (KST). Hal tersebut didasari oleh pertimbangan tindakan KST telah melakukan aktivitas teror secara masif dan agar penanganan terhadap KST tetap dalam koridor hukum yang termaktub dalam UU No. 5 Tahun 2018.
Berdasarkan UU No 5 Tahun 2018, terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Seperti diketahui, aksi kekerasan di tanah Papua telah banyak terjadi, baik dalam bentuk pengrusakan hingga pembunuhan. Dalam periode Januari hingga April 2021, KST Papua telah melakukan 10 tindakan pembunuhan dan pengrusakan fasilitas publik di Papua. Mulai dari pembunuhan guru, pelajar, hingga tukang ojek.
KST juga terlibat melakukan pengrusakan dan pembakaran terhadap sekolah, helikopter milik PT. Arsa Air hingga rumah kepala suku dan guru di Beoga. Hal tersebut telah menambah catatan KST yang dilakukan pada periode sebelumnya. Tahun 2020, KST melakukan 46 aksi kekerasan. Pada tahun 2018, KST membantai 31 pekerja sipil yang sedang melakukan pembangunan jalan Trans Papua. Bahkan pada tahun 2017, KST melakukan penyanderaan terhadap 1300 warga sipil di Kampung Kimbely dan Kampung Banti, di Kab. Mimika.
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh KKB sudah tidak dapat ditolerir dalam bentuk apapun dan dimanapun, terlebih sudah dengan menggunakan senjata yang merenggut korban jiwa.
Atas kejadian yang terus berulang tersebut dan telah melalui berbagai pertimbangan Pemerintah melalui Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), menyatakan bahwa aksi kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok kriminal bersenjata di Papua adalah gerakan atau aksi Terorisme, seperti yang termaktub dalam UU No 5 Tahun 2018. (rel)