PADANG-Pertumbuhan ekonomi 2019 masih penuh tantangan, sebagaimana di 2018. Hal ini diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumatera Barat (Sumbar), Endy Dwi Tjahjono, kepada para hadirin pertemuan tahunan BI 2018 di Aula BI Padang, Selasa (18/12).
Ia mengatakan, perekonomian global tumbuh tidak merata dan penuh ketidakpastian. Kondisi ini kemungkinan masih akan berlanjut di 2019 dan tahun berikutnya.
“Setidaknya ada 3 (tiga) hal penting yang perlu kita cermati. Pertama, pertumbuhan ekonomi dunia yang di 2018 diperkirakan sekitar 3,73%, kemungkinan akan melandai ke 3,70% pada 2019,” katanya.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tahun ini tumbuh tinggi diprakirakan akan menurun pada 2019. Ekonomi Uni Eropa dan Tiongkok juga akan tumbuh melandai dari 2018 ke 2019. “Perkembangan tersebut mendorong volume perdagangan dan harga komoditas dunia yang tetap rendah, dan karenanya menjadi tantangan bagi upaya kita untuk menjadikan ekspor sebagai sumber pertumbuhan ekonomi nasional,” ujarnya.
Kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Fed, akan diikuti oleh normalisasi kebijakan moneter di Eropa dan sejumlah negara maju lainnya. Meningkatnya tekanan inflasi dan aktivitas ekonomi yang semakin kuat telah menyebabkan stance kebijakan moneter AS yang semakin ketat.
Setelah menaikkan Fed-Fund Rate (FFR) yang akan sebanyak empat kali sebesar 100 basis point pada tahun ini, the Fed AS kemungkinan akan menaikkan lagi suku bunganya 3 kali sebesar 75 basis point pada 2019.
European Central Bank (ECB) yang mulai melakukan normalisasi kebijakan moneternya melalui pengurangan injeksi likuiditas ke pasar, diprakirakan akan mulai memberikan sinyal arah kenaikan suku bunga pertengahan tahun 2019, meskipun realisasi kenaikannya mungkin baru akan terjadi pada akhir 2019 atau awal 2020.
“Ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong tingginya premi risiko investasi ke negara Emerging Markets. Pada awal 2018 kita dikejutkan dengan munculnya ketegangan perdagangan yang dilancarkan Pemerintah AS terhadap sejumlah negara, termasuk Kanada, Meksiko, Uni Eropa, dan Tiongkok,” tuturnya.
Hingga kini perundingan perdagangan antara AS dan Tiongkok masih berlangsung dan kemungkinan masih akan berlanjut di 2019. Krisis ekonomi yang terjadi di Argentina dan hampir terjadi di Turki semakin memperburuk persepsi risiko di pasar keuangan global, termasuk sentimen negatif ke sejumlah negara Emerging Markets. “Tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global juga didorong oleh sejumlah risiko geopolitik, seperti keberlanjutan perundingan Brexit antara Inggris dan Uni Eropa, permasalahan ekonomi di Italia dan sejumlah perkembangan politik lainnya, yang perlu terus kita cermati ke depan,” ungkapnya.
Sementara Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno, mengatakan sinergi semua pihak sangat dibutuhkan untuk Ketahanan ekonomi Sumbar. Ia berharap untuk menghadapi 2019, dibutuhkan kerjasama semua pihak, untuk menjadikan perekonomian Sumbar yang lebih kuat. (106)