JAKARTA – Ketua Umum Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) KH Crhiswanto Santoso mengatakan hari lahir Pancasila menjadi momen untuk mengenang jasa para pendiri bangsa dan atas jasa mereka, bangsa Indonesia bisa menjalankan hak asasi yang esensial yakni memeluk agama atau keyakinan dan menjalankan ibadah.
Kebaragaman suku, ras, dan agama di Indonesia menjadi keelokan tersendiri berkat adanya Pancasila, meskipun Islam menjadi agama mayoritas, agama-gama lain dapat dijalankan dengan bebas di Indonesia.
Menurutnya, Pancasila yang inklusif sejalan dengan nilai-nilai Islam. Inklusifitas Pancasila itu, membuat semua agama di Indonesia nyaman dan tenteram beribadah, bahkan umat Islam yang mayoritas pun turut melindungi keberagaman agama di Indonesia.
“Pancasila dan Islam itu beriringan, bahkan nilai-nilai Islam terdapat dari sila pertama hingga kelima,” ujar KH Chriswanto Santoso.
Ia mengatakan meskipun terjadi perdebatan sengit mengenai Piagam Jakarta dan terjadi kompromi dengan mengubahnya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, hal tersebut justru membuka ruang Islam yang inklusif.
KH Chriswanto Santoso menyitir Bung Karno, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan wujud memeluk agama yang dilandasi gotong royong.
“Di dalam gotong-royong terdapat sikap saling menghormati, menghargai, toleransi, semangat membantu, tanpa meninggalkan jati diri sebagai umat Islam atau pemeluk agama tertentu,” imbuhnya.
Ia mendorong umat Islam yang inklusif, “Atas dasar prinsip Pancasila yang menjadi asas organisasi kami, dan Islam yang rahmatal lil alamin, kami mendorong warga LDII dan umat Islam umumnya untuk toleran, terbuka, saling menghargai dan menghormati tanpa meninggalkan keyakinannya,” tuturnya.
Ia menilai Pancasila sebagai ideologi yang inklusif, menekankan penghormatan terhadap keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
“Dalam kondisi bangsa yang hidup di negeri yang bukan negara berdasarkan agama ataupun sekuler, justru kehidupan beragama menjadi indah, penuh toleransi, yang memungkinkan semua umat beragama berkontribusi dalam pembangunan,” imbuhnya.
Radikalisme, pada akhirnya tidak mendapat ruang di Indonesia. “Menganggap paling benar sendiri, hanya menciptakan golongan atau kelompok yang radikal. Hal ini tak sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila,” imbuhnya.
Untuk itu, ia mengingatkan para tokoh agama atau sekelompok orang untuk tidak memaksakan agama atau keyakinan, karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.