PADANG-Lombok masih berduka, tangis dan trauma belum berakhir. Sebab, gempa Ahad (29/7) yang mengguncang hampir seluruh wilayah Lombok, Sumbawa, sampai Bali, tak hanya menimbulkan korban jiwa, tapi juga meruntuhkan sedikitnya 5.448 rumah.
Kehilangan rumah, bahkan takut terulang lagi tertimpa runtuhan, membuat warga Lombok terpaksa mengungsi di tenda-tenda pengungsian. Entah sampai kapan. Tak ada yang menyangka, bencana gempa seketikamenimbulkan duka berkelanjutan bagi warga Lombok.
Tak mudah menerima kenyataan bahwa, gempa telah mengubah bangunan rumah mereka satu-satunya tinggal menjadi puing, fondasi amblas, genting roboh ke tanah. Termasuk mereka yang tinggal di tiga wilayah paling
terkena dampak gempa, meliputi Kecamatan Bayan, Kecamatan Sembalun, dan Kecamatan Sambelia.
Sejak sehari pascagempa, Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) pun bertahan di lokasi terdampak paling parah, mendirikan posko kemanusiaan, memulai aksi respons darurat hingga menuju fase pemulihan. Salah satu wilayah yang menjadi prioritas pemulihan yakni Dusun Ketapang, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur.
Bersamaan dengan itu, Presiden ACT Ahyudin, Rabu (1/8) kemarin juga turut datang dan menyimak langsung kondisi kerusakan pascagempa di Dusun Ketapang, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur.
“Dusun Ketapang ini salah satu wilayah yang hampir semua rumahnya roboh, ini baru Dusun Ketapang, mungkin masih banyak dusun yang mengalami hal serupa,” tutur Ahyudin.
Gempa Lombok pertama kali terjadi pada Ahad (29/7) dengan amplitudo 6,4 SR. Hingga laporan terakhir, Jumat (3/8) kemarin, BMKG mencatat serangkaian aktivitas gempa susulan hingga sebanyak lebih dari 524 kali di sebagian besar wilayah Pulau Lombok, dekat dengan episentrum gempa besar pertama 6,4 SR lalu.
Rangkaian gempa susulan itu pula berangsur-angsur akhirnya meruntuhkan rumah lebih banyak lagi.
Runtuhan yang sebelumnya masih menggantung, akhirnya benar-benar rubuh. Sebagian lainnya, atap dan bangunan rumah menyatu dengan tanah, amblas rata di tanah.
“Gempa yang terjadi menjadi ujian bukan hanya bagi warga yang menjadi korban, tapi untuk semua umat yang menyaksikan,” ujar Ahyudin.
Mempercepat proses pemulihan pascagempa, khususnya untuk meredam masalah pelik banyaknya pengungsian, Ahyudin mengatakan ACT akan memulai langkah besar pertama dengan membuat hunian sementara bagi
para pengungsi.
Lebih lanjut, Ahyudin menjelaskan, segera selain bantuan logistik dan aksi medis yang terus berjalan, Insya Allah ACT juga berencana akan membangun sejumlah shelter bagi para korban terdampak yang telah kehilangan tempat tinggalnya. Upaya itu muncul mengingat tenda pengungsian yang tidak bisa bertahan lama.
“Langit memberikan isyarat kepada ACT untuk mendampingi korban gempa Lombok ini. Bagi kami pembinaan emergency setidaknya selama enam bulan. Tidak hanya menyelamatkan kehidupan, tetapi juga membangun kehidupan. Sebab itu ACT akan membangun shelter sebagai rumah sementara mereka,” jelasnya.
Kepala Dusun Ketapang, Kadri pun turut lega mendengar niatan baik ACT membantu kesulitan yang menimpa warganya. Menurutnya, di tengah duka yang masih terasa, mereka bersyukur masih ada yang peduli terhadap musibah yang menimpa warga Lombok, terutama warga Dusun Ketapang.
“Alhamdulillah ACT datang, mendengar suara kami. Di kondisi seperti ini, serba kekurangan, jadi bantuan sekecil apapun akan kami terima. Semoga niat baik ACT segera terlaksana, terima kasih telah peduli,” tuturnya. (hendri)