“Tidak mengadu, bukan berarti tidak keberatan, “ sambung dia lagi menanggapi saya.
Rabu (9/10), pagi saya coba putar ulang rekaman video acara ILC. Para pembaca pun boleh lihat juga di saluran youtube secara lengkap. Anda bisa lihat aksi Ngabalin yang begitu agresif mengagitasi publik. Seringkali menyerobot kesempatan berbicara pembicara lain.
Dia mendemonstrasikan politik “ belah bambu”. Yang satu ( pihak Presiden Jokowi) diangkat setinggi langit, sedangkan Budi Setyarso yang mewakili Tempo, “diinjak” habis sampai rata dengan tanah. Dari adegan itu kita bisa simpulkan itulah Buzzer Istana sesungguhnya. Kenapa kita repot – repot mencarinya selama empat jam diskusi ILC?
Sebagai pejabat negara ( yang masih aktif sampai nanti 19 Oktober menurut dia) rasanya sangat tidak etis Ngabalin mempertontonkan gaya otoriter di saat mencoba meyakinkan publik mengenai gaya egaliter Presiden Jokowi. Paradoksal.
Paradoks Ngabalin ini bukan hanya tidak etis, tetapi cukup memenuhi unsur pidana yang diatur dalam UU ITE. Mengintimidasi dan memperkusi lawan debat, ditambah pula dengan sumpah terkutuk. Tetapi sampai tulisan ini diturunkan tidak ada informasi apakah pihak Tempo akan menyoal secara hukum. Mudah-mudahan tidak. Sebab Ngabalin kawan saya juga.