BANDUNG – Focus Group Discussion (FGD) hari kedua di Komisi Informasi (KI) Jawa Barat berlangsung seru.
FGD hari kedua mengangkat topiknya tentang tugas utama KI Provinsi yakni menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi publik.
“Hak memutus sengketa itu ada di Majelis Komisioner KI yang diberikan oleh UU 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,” ujar Tenaga Ahli KI Jabar Dr Mahi saat FGD PSI diikuti dua Komisioner KI Sumbar, Arif Yumardi dan Adrian Tuswandi didampingi Asisten Ahli KI Sumbar Anggi Pratama, Jumat (2/9).
Menurut Dr Mahi yang pernah menjadi komisioner KI Jabar 2011-2015 di peraturan pelaksana tentang sengketa informasi publik ini masih banyak celahnya, sehingga itu butuh terobosan dan analisasi hukum dari komisioner KI yang menjadi majelis komisioner.
“Terutama terkait badan hukum dan lembaran negara bagi pemohon NGO, jika ini tidak ada di mana diputuskan permohonan sengketa informasi publik itu ditolak, saat ajukan permohonan atau di sidang awal? ini butuh terobosan, meski banyak majelis untuk memenuhi rasa ingin tahu masyarakat mengabaikan syarat legal standing itu,” ujar Mahi.
Juga tentang permohonan informasi yang menjadi embrio sengketa informasi publik. Acap kali pemohon mengajukan dengan jumlah banyak dan berulang ke banyak badan publik.
“Di UU 14 tahun 2008 pasal 4 hanya menyebutkan tentang itikad permohon informasi, detilnya harus ada peraturan turunannya, Peraturan Komisi Informasi misalnya, tapi sampai hari ini yang ada hanya Surat Keputusan Ketua KI tentang VR,” ujar Mahi.
Adrian Tuswandi komisioner KI Sumbar dua periode menilai perlu majelis komisioner Komisi Informasi untuk berpikir out of the book.
Menurut jebolan Fakultas Hukum UNAND ini ada prinsip persidangan di ranah penegak keadilan lainnya yaitu hakim mempunyai kewenangan menemukan hukum baru.
“Nah jika majelis komisioner itu adalah hakim di sidang sengketa informasi publik oleh UU 14 tahun 2008, tentu punya hak untuk melakukan penemuan hukum baru, tergantung kekuatan analisas hukum di pendapat majelis komisioner KI itu,” ujar Adrian.
Selain itu Wakil Ketua KI Sumbar Arif Yumardi menekankan ketika berhadapan dengan aturan abu-abu, maka Majelis Komisioner bisa menjadikan putusan majelis komisioner KI provinsi lain sebagai yurisprudensi.
“Yurisprudensi bisa menjadi dasar majelis komisioner KI dalam mengambil putusan. Terbaru soal VR yang diputus PTUN misalnya itu bisa menjadi yurisprudensi bagi KI Provinsi lain,” ujar Arif Yumardi.