Di era Orde Baru, ungkapan ” Jenderal pemikir” sangat populer. Maksudnya, jenderal yang mengutamakan pendekatan intelektual tinimbang pendekatan komando dan bedil ( militeristik). Jendral pemikir, waktu itu, cukup berfungsi sebagai “oase” atau “penerang jalan” di tengah otoritarianisme rezim Orde Baru.
Salah satu tokoh militer yang dikenal sebagai jenderal pemikir adalah Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim (lahir 17 Desember 1947). Ia pernah menjabat sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) periode 2002–2005 di masa pemerintahan Presiden Megawati dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Chappy militer, tetapi juga seniman dan budayawan (penulis produktif). Bakat “kewartawanannya” titisan Abdul Hakim, ayahnya, wartawan Antara, pejuang peristis kemerdekaan Indonesia. Maka julukan buat Chappy Hakim mungkin lebih tepat ” Jenderal Three In One”.
Pikiran-pikirannya, hampir dalam semua aspek mengalir lewat ratusan artikel dan pelbagai buku. Terutama yang berkaitan dengan dunia dirgantara sesuai kepakarannya.
Musik Suka Hati
Saya turut menyaksikan pertunjukan musik Chappy Hakim Sabtu (18/6) malam
dalam acara “farewell party” Susi Air Jambore Aviation 2022 di Pangandaran, Jawa Barat. Chappy tampil sebagai vokalis Band Playsets. Lihatlah aksi panggung Pria 74 tahun, dan kakek lima cucu itu tampil memukau tamu undangan. Ia membawakan lagu-lagu kenangan yang dalam penyajiannya lirik lagu itu sudah ” dikampak-kampak”.
The Playsets, dibentuk 7 tahun lalu, digawangi pemain musik Indonesia yang telah berperan dalam pengembangan musik pop di Tanah Air. Kelompok musik itu selama ini manggung (ngamen, istilah Chappy Hakim) di QiLounge Hotel Sultan Jakarta. Group itu sengaja memakai nama Playsets (berasal dari kata plesetan) karena memang hobinya tidak konsisten membawakan lagu-lagu, yaitu ” mengkampak ” lagu -lagu populer menjadi satu. Medley menurut istilah dalam dunia musik.
” Playsets memang suka hati saja, namanya juga hiburan,” ujar Chappy Hakim yang juga dikenal sebagai Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia.
OM PSP
Playsets memang bukan kelompok musik pertama yang memilih konsep kreatif “mengkampak lagu-lagu”. Empat puluh tahun lalu, di akhir 70-an sampai awal 80-an, sekurangnya konsep itu dikemas oleh group musik “Orkes Moral Pancaran Sinar Petromak” (disingkat OM PSP). Sebuah grup musik dangdut humor yang popular di masa itu terutama di kalangan mahasiswa, dewasa muda serta keluarga. Grup musik ini sering tampil bersama-sama dengan Warkop DKI pada masa jayanya. Selain sering memainkan dan memelesetkan lagu-lagu dangdut popular tahun 1960-an dan 1970-an (misalnya Siksa Kubur atau Seia Sekata), mereka juga dikenal dari lagu-lagu yang diciptakan sendiri, seperti Fatime dan Drakula.
OM PSP dapat dianggap pelopor dangdut humor, subgenre yang masih disukai hingga sekarang.Pada saat itu, gerakan mahasiswa sedang gencar mengkritik berbagai ketimpangan sosial. Rojali (kelak menjabat Dubes RI di India) salah-satu personel grup PSP yang berhasil memotret ketimpangan itu dalam lagu “Duta Merlin”. Lagu yang ringan, yang menunjukkan ketimpangan sosial kemanusiaan dan dimulainya era kapitalisasi spasio-stemporal di Jakarta pada lokasi-lokasi tertentu.
Playsets Dalam Buku