Menunggu setahun alias tidak bersekolah atau pilih swasta. Salah seorang orang tua siswa, Usi sungguh kecewa.
Begitu susah benar masuk sekolah. Padahal slogan pemerintah wajib belajar. Apalagi SMP dan SMA.
“Anak saya umurnya 11 tahun 10 bulan. Sementara nilai pun di atas 85. Masuk jalur pretasi ada namanya. Sayangnya hari kedua na-
manya tergencit alias hilang digeser anak usia 12 tahun ke atas, dengan nilai dibawah 85. Jalur lain afirmasi, saya tak punya kartu PKH ataupun kartu pintar lainnya.
Minggu (5/7) dini hari, ia mendaftar jalur zonasi. Sayangnya nama tak masuk pula,” ucap Usi yang sehari-hari berjualan lontong itu.
Kemana anak Usi harus mendaftar. Ia bingung. “Kalau bisa anak saya masuk sekolah negeri. Bia-
ya ringan,” harapnya.
Ia mengharapkan pemerintah merevisi atau membuka tahap dua pendaftaran bagi anak-anak yang ingin sekolah.
Sementara itu, orangtua calon siswa SMA/SMK, Dodit juga mempertanyakan aturan PPDB SMA/SMK.
Nasib siswa SMA/SMK di zaman new normal
diukur dengan kilometer. Jarak terdekat calon siswa dari sekolah satu kilometer.
“Kalau tak sekolah dengan jarak segitu dari rumahnya, kemana dia akan belajar,” tanya Dodit.
Nah, bagi pasangan yang baru menikah, disaran untuk program kehamilan. Kalau perlu berkonsultasi ke Dinas Pendidikan setempat, agar anaknya bersekolah.(tim topsatu.com)