Dalam hidup, Nurhayati mengusung prinsip bagaimana menularkan tujuan bermakna.
“Saya ingat saat pergi kerja dulu. Salman protes. Dia bilang kenapa ibu harus kerja, emangnya uang dari bapak ga cukup? Lalu saya menjelaskan kepada Salman, jika kita punya uang lebih kita bisa memberi ke orang lain,” sebutnya.
Seiring berjalannya waktu tiga anak-anak Nurhayati pun memahami prinsip hidup yang dipegang sang ibu. Hingga usaha mereka berkembang dan anak-anak Nurhayati menyaksikan kebermanfaatan yang diberikan untuk orang lain.
Sebagai pengusaha besar, yang paling berpengaruh di Indonesia dan sejumlah negara, Nurhayati berkeinginan bagaimana menjadi raja di negeri sendiri.
Saat ini bisnis Nurhayati telah menjadi pemimpin pasar dengan pabrik seluas 20 hektar dengan lebih dari 12 ribu karyawan yang ia sebut paragonian. Pusat distribusinya kini telah mencapai 41 unit.
Pendidikan Nomor Satu
Saat duduk di bangku SMP, Abdul Muin, ayahanda Nurhayati berpulang ke Rahmatullah. Sang ayah ketika itu adalah tokoh Muhammadiyah Padang Panjang, Sumbar, yang dikenal sebagai orang berpendidikan.
Sepeninggal sang ayah, ibunya terus bertekad menyekolahkan delapan anaknya hingga perguruan tinggi. Bagi sang ibu pendidikan adalah hal yang tak bisa ditawar-tawar.
Nurhayati sendiri merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia mengambil jurusan farmasi tahun 1975 dan menyabet gelar sebagai lulusan terbaik. Setahun berikutnya ia melanjutkan pendidikan profesi apoteker dan dia pun menjadi lulusan terbaik.
“Setelah ayah saya meninggal, kawan-kawan ayah bilang ga usah sekolah tinggi. Bagusnya berdagang saja, sini saya ajarkan cara berdagang. Namun ibu saya tetap berpegang teguh pada prinsipnya. Kami, anak-anaknya harus sekolah dan lulus perguruan tinggi, meski dengan kondisi susah payah,” ujarnya.
Menurut Nurhayati,dalam mendidik anak-anaknya ayah dan ibunya selalu menerapkan iman dan takwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Prinsip itu pun ditularkannya pada anak-anak, menantu hingga cucu.